Roket Astros II MK-6 Avibras Saat pameran di Jakarta (Foto : defesaaereanaval.com)
 Indonesia adalah negara yang terletak di ekuator, berada diantara beberapa negara seperti Australia, Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam dan China. Terkait dengan perkembangan situasi politik, ekonomi serta pertahanan kawasan dan dunia, khususnya konsep pemerintah China yaitu Jalan Sutra Maritim abad ke-21 (21st Century Maritime Silk Route Economic Belt), lima dari enam negara tersebut kini diketahui melakukan modernisir kekuatan pertahanannya. Mereka khawatir karena kawasan Laut China Selatan diperkirakan suatu saat akan menjadi titik bakar konflik bersenjata yang serius.
Pada kesempatan ini, terkait dengan pertimbangan intelstrat komponen pertahanan, penulis mencoba menganalisis alutsista TNI AD terbaru, yaitu roket MLRS Astros II, Avibras buatan Brasil. Senjata modern tersebut oleh banyak kalangan dinilai merupakan roket penghancur modern yang praktis dan ampuh, dan dinilai merupakan salah satu senjata penggentar (detterent) yang menakutkan dan telah berada di arsenal TNI AD.
 Pertimbangan Ancaman Militer
 Berbicara tentang masalah ancaman, dari sudut pandang intelstrat, diperkirakan pada masa mendatang akan muncul ancaman strategis di samping ancaman taktis berdasarkan fakta-fakta yang berlaku. Walaupun kemungkinan ancaman proxy war serta perang asimetris kini lebih popular dan kental dalam penilaian intelijen dibandingkan ancaman perang konvensional, Indonesia di masa damai ini harus menyiapkan kekuatan pertahanan, melanjutkan pengadaan alutsista dengan melanjutkan konsep pertahanan MEF (Minimum Essential Force).
Terkait pembangunan MEF, pemerintah Indonesia membagi tiga tahapan Rencana Strategis (Renstra) untuk membentuk kekuatan pertahanan yang memadai. Kini proses sedang berjalan dalam Renstra II (2015-2019). Fokus dari MEF adalah menitikberatkan pembangunan dan modernisasi alutsista beserta teknologinya dalam menghadapi ancaman aktual di beberapa flash point. Diantaranya, permasalahan perbatasan wilayah negara, terorisme, separatisme, konflik horisontal/komunal, pengelolaan pulau kecil terluar, serta turut serta dalam bantuan bencana. Kesuksesan pembangunan kekuatan pada Renstra II akan membuat postur pertahanan Indonesia mandiri dan semakin berwibawa.
 Â
Terkait dengan masalah ancaman, menarik yang disampaikan oleh Panglima TNI, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, dimana ia mengingatkan tentang potensi ancaman berupa peperangan untuk memperebutkan sumber energi pada masa mendatang. Menurutnya, Indonesia diperkirakan bakal terseret dalam pusaran peperangan untuk memperebutkan sumber energi itu. Dalam hitungannya, peperangan energi itu akan bisa terjadi pada Tahun 2043. Dan negara-negara di lintasan ekuator akan menjadi pusatnya.
Panglima TNI itu menyampaikan perkiraannya pada saat menghadiri acara seminar kebangsaan yang digelar oleh Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR, Rabu (26/8/2015). Menurutnya, 28 tahun lagi, sumber-sumber energi fosil akan habis. “Perang berlatar belakang energi muncul," tegasnya. Gatot menganggap munculnya munculnya ISIS juga tak lepas dari kepentingan atas penguasaan sumber energi. Menurutnya, Indonesia bisa saja ditarik ke pusaran konflik negara-negara di Timur Tengah itu.
Bagaimana dengan kemungkinan perkiraan ancaman taktis terhadap Indonesia terkait dengan skenario strategis? Dari data intelstrat komponen sejarah, maka beberapa konflik militer pernah terjadi dengan negara tetangga, seperti dengan Australia, Malaysia dan Singapura serta Belanda saat menguasai Irian Jaya (Papua). Oleh karena itu menurut pendapat penulis, komparasi alutsista sebaiknya dilakukan dengan beberapa negara tetangga, agar Indonesia mampu mengimbangi dan tercapai perimbangan kekuatan (balance of power).