Mohon tunggu...
Pramono Dwi  Susetyo
Pramono Dwi Susetyo Mohon Tunggu... Insinyur - Pensiunan Rimbawan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengalaman Menulis dan Mengajar

3 Februari 2020   17:27 Diperbarui: 3 Februari 2020   17:37 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: pexels.com

Pada waktu lulus sekolah tingkat dasar tahun 1970 di kota kecil, Cepu kabupaten Blora, Jawa Tengah; masih terngiang dalam ingatan akan pesan almarhumah ibu saya--meskipun beliau hanya berpendidikan sekolah menengah pertama--bahwa ilmu pengetahuan sekecil apapun akan lebih bermanfaat bila ditularkan kepada orang lain daripada punya ilmu pengetahuan yang hebat tetapi hanya dipakai untuk diri sendiri. Bahasa anak muda kekinian sekarang barangkali disebut ilmu amaliah.

Pesan ibu yang begitu mendalam nampaknya merasuk dalam jiwa sampai saya mendapat kesempatan kuliah di IPB melalui jalur penelusuran minat dan kemampuan (PMDK) tahun 1977. Kesempatan mengimplementasikan pesan mulia ibu terbuka lebar sejak penentuan fakultas pada semester ketiga yang kebetulan pilihan pertama saya adalah fakultas kehutanan. 

Pertimbangannya sederhana saja, sesuai dengan kemampuan ekonomi orang tua yang terbatas, Fahutan IPB menyediakan segalanya. Dari mulai asrama gratis, biaya makan murah, perpustakaan yang lengkap  dan beasiswa (waktu itu Supersemar) yang menjanjikan serta jarak fakultas dengan asrama mahasiswa tidak terlalu jauh karena dapat ditempuh dengan berjalan kaki setiap mau berangkat dan pulang kuliah.

Saya berpikir keras apa dan bagaimana ilmu kehutanan yang ditimba di Fahutan IPB selama dalam proses studi maupun setelah menjadi alumnus nantinya yang dapat diamalkan kepada masyarakat luas. 

Setelah bertanya kanan kiri kepada kawan kawan satu tingkat maupun kakak kakak tingkat, kesimpulannya hanya ada dua cara. Pertama, menulis di media massa seperti  tabloid, majalah, harian (surat kabar) atau menulis buku dan sejenisnya. Kedua, dengan mengajar di sekolah, kampus, diklat, dan sebagainya.

Sebagai mahasiswa yang masih aktif kuliah yang dibebani tugas tugas kampus yang sangat padat dari pagi sampai sore, cara yang kedua dengan mengajar nampaknya tidak mungkin dilakukan karena waktu yang sangat terbatas. Hanya cara pertama yang mungkin dilakukan dengan menulis di media massa. 

Secara kebetulan bahwa saya mengambil mata kuliah pada jurusan manajemen hutan yang merupakan satu dari dua jurusan yang disediakan Fahutan IPB waktu itu--jurusan lainnya adalah teknologi hasil hutan--yang salah satu mata kuliahnya adalah silvikultur.

Dosen favorit saya yang kebetulan juga yang mengajar mata kuliah silvikultur adalah Ir. Syafii Manan, MSc. Sebagai seorang dosen di fakultas beliau mempunyai kemampuan lebih dibandingkan dengan dosen-dosen lain. 

Di samping mempunyai kemampuan mengajar yang baik, beliau juga mempunyai kemampuan menulis buku buku diktat, menghasilkan  makalah dalam seminar/workshop dan sebagainya. Dan tak kalah pentingnya adalah beliau mampu menulis artikel dalam harian berita sekelas harian Kompas yang menjadi barometer harian berita nasional dari sejak tahun 70" an hingga sekarang. 

Beliau juga tidak segan segan meminjamkan literatur/pustaka pribadinya kepada siapa yang membutuhkannya. Pernah suatu kali saya akan mencari judul untuk penelitian sebagai tugas akhir. Beliau dengan senang hati meminjamkan perpustakaan pribadinya kepada saya, bahkan memberikan rekomendasi kepada koleganya Ir. Harun Alrasyid, MSc di Pusat Litbang Kehutanan waktu itu untuk juga meminjamkan bukunya. Kenangan yang baik ini, tidak mungkin dilupakan sepanjang hayat dikandung badan.  

Pernah saya baca diharian Kompas tulisan beliau waktu itu dengan judul Pemilihan Jenis Jenis Tanaman Reboisasi dan Penghijauan di Indonesia tahun 1978. Jejak kemampuannya sekarang diikuti oleh juniornya yang kebetulan kolega seangkatan dikampus yakni Prof. Hariadi Kartodihardjo yang sampai sekarang masih aktif menulis diharian Kompas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun