"Mas, ini saya 'posting' tulisan, yang lihat nol, yang komentar nol tapi yang 'vote' sudah dua....."Keluh saya pada salah satu 'admin' di salah satu grup 'WA' komunitas tertentu.
"Tahan dulu tulisanmu, Dok. Kompasiana versi baru belum stabil..."Jawabnya.
"Tahannya berapa lama, mas?" Tanya saya penasaran.
"Belum tahu, dok. Diusahakan secepatnya."Jawabnya.
Kondisi Kompasiana seperti ini beberapa kali terjadi, setiap ada pembaharuan pasti ada ketidakstabilan yang membuat beberapa Kompasianer ribut, yang betah pun ribut apalagi yang memang sudah main hati ke media sosial lainnya. Beberapa mengancam keluar, ada yang keluar tanpa mengancam dan ada yang mengancam melulu tapi gak sanggup juga keluar.
Yang mengerti 'IT' menyarankan untuk melakukan manuver ini dan itu, yang suka kanal politik mengaitkan ini dengan konspirasi tertentu dan yang bergerak di bidang kesehatan menyarankan Kompasiana minum pil anti masuk angin.
Yang menarik adalah saran dari mas admin untuk menahan dulu tulisan kepada saya. Itu susah. Bagi saya 'memposting' tulisan itu bak menyalurkan gumpalan lemak dari otak yang membuat vertigo, kejang dan stroke ringan ke wadahnya. Kalau disimpan dan ditahan lama-lama, bisa-bisa gumpalan itu menutupi otak saya dan menyebabkan kelumpuhan. Jadi mohon maaf, menuangkan tulisan di Kompasiana walau dengan pembaca nol dan komentar nol tetap akan saya lakukan, soal stabil atau tidaknya 'sistem baru' itu urusan belakang.
Dan saya tidak berani mengancam keluar dari Kompasiana karena masalah ini karena saya yakin juga kalau saya keluar pun akan ada 100 orang baru masuk, karena yang benar-benar bisa menyaingi 'citizen journalism' beginian belum ada. Ada beberapa yang menawarkan uang kepada saya kalau nulis di tempat dia tetapi jumlah duitnya juga kecil, ya ngapain jugalah, mendingan saya tetap disini.
Oke, mudah-mudahan Kompasianer lain yang 'posting' tulisan karena butuh seperti saya dan bukan mengejar 'view', 'comment' atau 'vote' tetap melaksanakan kegiatannya walau belum stabil beberapa hari atau beberapa minggu ke depan. Karena rindu dendam tak 'posting' itu bisa membuat penyakit, minimal sakit hati.
Jangan tahan tulisanmu, teruslah menulis, supaya otak kita tetap jernih.
Merdeka!