Mohon tunggu...
Paulus Teguh Kurniawan
Paulus Teguh Kurniawan Mohon Tunggu... Akuntan - Akuntan

Alumni Master of Science in Finance dari University of Edinburgh, Inggris Raya. Fasih bicara bahasa Inggris dan Mandarin. Saat ini bekerja sebagai akuntan.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

MRT dan Monorel: Bisakah Menguraikan Kemacetan Jakarta?

26 September 2013   12:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:22 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

Sarana transportasi massal disebut-sebut sebagai solusi paling tepat untuk menguraikan masalah kemacetan Jakarta yang sudah sangat parah. Saat ini, pemprov DKI pun berusaha merealisasikan pembangunan MRT dan monorel. Persoalannya, apakah MRT dan monorel ini nantinya akan benar-benar efektif untuk menguraikan kemacetan Jakarta?

Saya pernah berkunjung ke Singgapura dan Thailand dalam rangka berlibur bersama keluarga. Singgapura adalah negara yang memiliki MRT (tapi tidak memiliki monorel) dan benar-benar terbebas dari kemacetan. Sedangkan kota Bangkok di Thailand memiliki MRT dan monorel namun tetap saja macet sangat parah, tidak kalah parah dibandingkan Jakarta.

Saya coba uraikan dulu hasil pengamatan saya terhadap kedua kota tersebut. Di Singgapura, penggunaan MRT maupun bis begitu efektif. Kedua alat transportasi tersebut cukup murah ongkosnya, dan bisa dibayar dengan sangat mudah; cukup dengan menempelkan kartu elektronik ke mesin pendeteksi. MRT di singgapura sangat cepat dan tidak ada masinisnya. MRT tersebut berjalan otomatis dari 1 stasiun ke stasiun lainnya. MRT tersebut hanya berhenti beberapa menit saja di 1 stasiun (mungkin sekitar 3 menit), kemudian pintu akan segera menutup otomatis dan MRT segera berangkat ke stasiun berikutnya. Jika ada penumpang yang tidak sempat naik (ketinggalan kereta), tidak masalah, kereta berikutnya akan segera datang dalam waktu cepat, mungkin sekitar 15 menit. Stasiun MRT ini tersebar cukup banyak di seluruh daerah di Singgapura. Jadi daerah manapun sudah tercover oleh MRT. Anda mau pergi ke manapun cukup mudah, cukup menuju stasiun MRT terdekat, naik MRT ke stasiun terdekat dari tempat tujuan, lalu turun dan berjalan kaki sebentar, sampai. Bis yang ada juga cukup efektif, dengan metode yang hampir sama. Setiap beberapa waktu pasti ada bis yang lewat, dan seluruh daerah Singgapura sudah tercover oleh bis.

Di Singgapura, anda tidak akan pernah menjumpai kemacetan. Anda jarang sekali menjumpai sepeda motor maupun mobil di singgapura. Kendaraan yang melintas di jalan-jalan didominasi bis, taxi, dan beberapa mobil. Ini disebabkan sarana transportasi umum cukup baik dan pemerintah juga membuat regulasi-regulasi yang anti kendaraan pribadi. Kakak saya yang tinggal di Singgapura mengatakan bahwa beberapa regulasi tersebut antara lain: 1. pajak mobil dan sepeda motor sangat mahal, 2. Bea impor mobil dan sepeda motor sangat mahal, menyebabkan harga mobil dan sepeda motor di singgapura sangat mahal, 3. Mobil hanya boleh dimiliki selama maksimal 5 tahun, kemudian harus beli kendaraan lain, 4. Membeli mobil atau motor harus punya alasan yang jelas (misal untuk berdagang), harus memiliki izin membeli motor/mobil dari pemerintah, dan pengurusan izin inipun cukup sulit, terutama jika tidak memiliki alasan yang jelas. Selain itu, bahan bakar minyak di Singgapura sama sekali tidak disubsidi pemerintah, akibatnya harga BBM sangat mahal. Wajar jika orang-orang kaya sekalipun harus berpikir dua kali jika hendak membeli kendaraan pribadi.

Sedangkan di Thailand, saya bahkan tidak tahu bahwa Thailand memiliki MRT (saya tahunya baru dari koran).  Saya pernah melihat monorel melintas di Bangkok, tapi saya belum pernah melihat MRT melintas. Jadi saya tidak begitu mengerti tentang kualitas MRT Thailand (maklum saya ke sana hanya untuk berlibur, bukan studi banding, jadi tidak sempat mengamati lebih banyak). Saya juga tidak pernah melihat stasiun MRT di Thailand. Bisa jadi itulah penyebab Bangkok tetap saja mengalami kemacetan parah. Mungkin stasiun MRT Thailand masih belum mengcover seluruh daerah, mungkin hanya ada sedikit stasiun. Mungkin rentang waktu antar kereta masih cukup lama/panjang. Sekali lagi, ini sekedar kemungkinan saja.

Belajar dari Thailand, menurut saya pemerintah patut memikirkan baik-baik: apakah masalah kemacetan Jakarta bisa diatasi hanya dengan membuat MRT dan monorel? Saya sendiri tidak tahu jawaban dari pertanyaan tersebut, karena saya bukan pakar transportasi. Mengingat kebanyakan warga Jakarta sudah terlanjur memiliki kendaraan pribadi berupa motor dan mobil, bukan tidak mungkin warga akan mengacuhkan monorel dan MRT, serta lebih suka memakai kendaraan pribadinya. Jadi menurut saya ada baiknya jika pemerintah juga menyiapkan regulasi-regulasi anti kendaraan pribadi seperti Singgapura: menghapus subsidi BBM, memahalkan harga mobil dan motor, mensyaratkan perizinan membeli kendaraan pribadi, dan sebagainya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun