Mohon tunggu...
paulus londo
paulus londo Mohon Tunggu... -

Aku bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kerang Hijau sebagai Indikator Mutu Air

20 Desember 2016   16:58 Diperbarui: 20 Desember 2016   19:04 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kerang Hijau Sebagai Indikator Mutu  Air

Oleh:

PAULUS LONDO

Kerang hijau adalah  salah satu makanan favorit warga Jakarta. Sebab makanan hasil laut (sea foods) ini mudah ditemukan di tempat-tempat penjualan makanan. Kerang hijau  (Perna viridis) memang bernilai ekonomis yang tinggi karena memiliki  kandungan  gizi yang sangat baik.   Demikian pula, budidaya kerang, terutama kerang hijau juga masih menjadi sumber pendapatan andalan sebagian keluarga nelayan di Jakarta. Sebab disamping tidak membutuhkan biaya besar dan pemeliharaan yang rumit, hasil yang diperoleh juga cukup menggiurkan. Pada akhir dasawarsa 1970-an, Gubernur DKI Jakarta, Tjokropranolo pernah menggalakkan budidaya kerang hijau, dengan memanfaatkan becak yang dibuang ke laut Teluk Jakarta. 

Memang,  Teluk Jakarta merupakan perairan laut yang subur. Karena itu dimasa lampau banyak keluarga nelayan mengandalkan penghidupannya  pada  perairan laut ini. Tapi, kini keadaannya sudah berubah. Tingkat pencemaran air di Teluk Jakarta sudah sangat tinggi. Sampah dan limbah mengepungnya dari berbagai penjuru. Dari laut lepas, arus laut membawa sampah dan limbah ke dalam teluk. Dari aktivitas pelabuhan, dari dalam kapal yang berlabuh, dari daratan kota Jakarta, bahkan dari hulu sungai yang bermuara di teluk Jakarta.

Sampah dan limbah industri dan dari kegiatan rumah tangga setiap hari bercampur baur di Teluk Jakarta. Hasil penelitian Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,kandungan logam berat di perairan Teluk Jakarta mencapai 1,8-2 ppm. Artinya sudah tergolong parah karena jauh melebihi batas maksimum yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup tentang baku mutu air laut yakni maksimum logam berat di wilayah biota laut, pelabuhan, dan wisata bahari masing-masing tak boleh melewati 0,01; 0,03; dan 0,02 ppm.

Mencemaskan

Karena itu tingginya permintaan konsumen kerang justru mencemaskan sebagian kalangan, antara lain Sri Haryati Kepala Seksi Perikanan dan Kelautan Suku Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara serta para peneliti  LIPI (lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Sebab dari hasil penelitian, jenis kerang  dan  ikan yang ditangkap di perairan Teluk Jakarta tak aman dikonsumsi. Tingginya tingkat pencemaran perairan laut Teluk Jakarta menyebabkan biota laut, termasuk kerang dan ikan  terkontaminasi limbah industri  dan logam berat, seperti merkuri, kadmium, dan seng. Saat dikonsumsi, unsur logam berat di dalam kerang ikut ke tubuh manusia. Sebagian terus terus mengendap ke dalam organ-organ tubuh seperti hepatopankreas dan ginjal. Akumulasi logam berat di dalam tubuh pada gilirannya mengganggu fungsi organ-organ tersebut.

Jadi masalah,  kandungan berat (Hg, Pb dan Cr) pada  kerang hijau biasanya lebih tinggi dari kandungan berat pada air dan sedimen di lokasi ia hidup. Ini bisa terjadi karena kerang hijau mampu mengakumulasi logam berat dari kolom air  hingga ratusan kali dan terus berlangsung sepanjang hidupnya. Dengan demikian, semakin besar ukuran kerang semakin besar pula kandungan logam berat di dalam dagingnya.  Sifat hidupnya yang sepanjang waktu menetap pada satu lokasi, penyerapan makanan dengan cara menyaring dari lingkungan habitatnya (filter feeder), proses metabolisme tubuhnya yang mampu mengolah atau mentransformasi setiap bahan racun (logam berat) yang masuk menyebabkan kerang laut dapat bertahan hidup di lingkungan yang tercemar.

Bioindikator Pencemaran Air

Sebenarnya, kontaminasi unsur beracun di dalam kerang hijau dapat dihindari dengan memberikan pemahaman  tentang kerang sebagai bioindikator lingkungan kepada para nelayan dan petambak. Memang untuk pengukuran mutu air di Indonesia umumnya masih secara fisika dan kimia. Pada hal, metodologi biologis dapat juga dipergunakan bahkan selain biaya lebih murah juga caranya lebih sederhana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun