Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Presiden Joko Widodo, Hati-hati Bisa Jadi Otoriter

26 Juli 2017   06:35 Diperbarui: 26 Juli 2017   18:54 813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Presiden Jokowi, Hati-Hati Bisa Jadi Otoriter

Jalannya pemerintahan dengan sistem yang ada di Indonesia, presidensial setengah hati, membuat keadaan bisa berbahaya. Parlemen yang terlalu menguasai juga menjadi persoalan. Roda pemerintahan bisa terseok-seok. Bagaimana tidak, anggaran, program, dan kadang pejabat pun bisa dimentahkan koalisi abal-abal itu. Apa yang bisa diharapkan presiden tidak menjadi otoriter itu ada pada rekam jejak dan harapannya. Hati-hati pada bisikan dan hasutan petualang dan oportunistis politikus.

Fakta Bisa Menjadi Otoriter

Partai politik apapun di Indonesia lebih banyak, mayoritas, kalau tidak mau dikatakan sebagai partai tidak berintegritas, tidak memiliki landasan ideologi jelas selain hanya soal kursi dan kekuasaan. Kalahpun tidak malu putar arah dan menjadi kawan para rival lama. Lihat pola P3, PAN, Golkar. Di sinilah titik krusialnya. Mana kawan dan lawan tidak ada. Ketika pihak lain merasa tidak berdaya, jangan harap mengajukan calon paling akan menonton dan pas sudah menang pura-pura ikut dan soal kesetiaan jangan ditanya. Hal ini sudah banyak terbukti. Hal-hal tertentu berbeda hal lain bisa tiba-tiba sama. Partai politik tanpa ideologi. Rawan manufer licik nan culas.

Koalisi abal-abal karena demokrasi akal-akalan. Pemenang pemilu jadi penonton baru ada di Indonesia. Ini kaitannya juga dengan poin di atas abai akan ideologi. Yang penting lawan terkapar, soal baik dan buruk bukan pertimbangan. Saling sandera saja bukan saling dukung dengan kritis. Hal ini harus ditegaskan sistem tata negara adalah presidensial titik. Tidak ada parlemen bisa boikot, parlemen menyatakan mosi tidak percaya, mengancam anggaran tidak turun, mengurusi pemerintahan dan lembaga lain berlebihan sedang mereka sendiri tidak memiliki prestasi sama sekali.

Tidak heran raja media, yang sekaligus politikus, beberapa saat lalu medianya relatif lebih miring memberitakan pemerintahan, tiba-tiba mengatakan peta politik sekarang jelas Presiden Jokowi akan menang di 2019. Manuver-manuver yang dilakukan bukan demi bagaimana jika aku memerintah negara ini jadi baik, tetapi aku dapat apa atau biar akau tidak kena celaka aku begini. Ini polanya. Kaitannya dengan kedua poin di atas juga. Artinya keamanan diri dari kanan dan kiri masih lebih dominan menguasai.

Lemahnya karater elit partai politik dan haus kekuasaan. Kekuasaan satu-satunya tujuan. Menjilat ludah sendiri bukan hal yang memalukan. Kursi kekuasaan bukan sebagai sarana tetapi sebagai tujuan. Jangan kaget presiden sekalipun bisa kehilangan jati dirinya karena memang tidak memahami tujuan dan sarana ini. Mengatakan tidak pada korupsi dengan mulutnya, namun kantongnya dimasuki amplot tetap saja diam seribu bahasa.

Kasus kriminalitas yang menjerat petinggi partai politik dan dewan. Hal ini membuat mereka mencari aman. Aman tentu merapat ke pucuk pimpinan apalagi negara yang menjadikan mereka bisa berlindung. Mana ada parpol yang aman dari maling berdasi coba? Dan itu dipakai untuk berlomba-lomba untuk masuk ke sana.

Data untuk Tidak Tergoda

Pembangunan  selama ini bukan yang populer di mata rakyat dalam jangka pendek. Bagaimana memilih membangun Papua. Berapa pemilih di sana coba? Jika memilih populer, bangun Jawa dengan dana yang sebanyak di Papua, pemilih berkali lipat. Ini menjadikan harapan untuk tidak menjadi otoriter.

Keputusan yang menohok kelompok kuat. Pembubaran HTI  salah satunya. Bagaimanapun mereka kuat di dalam media, organisasi, dan pembentukan opini. Mereka bisa menjadi pengganjal kuat untuk menggembosi di 2019. Namun demi negara keputusan berat pun diambil. Ini tidak mudah karena tuduhan sebagai otoriter terbuka lebar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun