Mohon tunggu...
Eltuin Parker
Eltuin Parker Mohon Tunggu... Apoteker - Pengurus Pusat Persekutuan Pemuda Gereja Toraja (PPGT) / Kabiro Pemuda PGI Wil. Sulselbara

Farmasis berdarah Toraja yang berjiwa Indonesia, berupaya mewarnai dunia lewat tulisan dan ide.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Bukan Salah Kartini

22 April 2017   20:08 Diperbarui: 23 April 2017   07:00 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: uangkuno-magelang.blogspot.com

Gambarnya pernah terpatri dalam lembaran uang 5 rupiah tahun 1952 dan uang 10.000 rupiah tahun 1985. Kebaya dan konde di kepalanya menjadi ciri khas perempuan ini. Kita mengenalnya dengan sebutan Ibu kita Kartini.

Kemarin, 21 April 2017. Kita memperingatinya sebagai hari Kartini, suatu wujud penghargaan bagi seorang wanita kelahiran Jepara, 138 tahun yang lalu itu. Nama aslinya R. A. Kartini. Seorang priyayi (kelas bangsawan Jawa) yang peduli pada kondisi kaum perempuan pribumi pada zaman tersebut--jauh dari sentuhan pendidikan dan ditempatkan pada status sosial rendah.

Mungkin semua orang tahu bahwa Kartini berjuang untuk kesetaraan gender. Lewat tulisan-tulisannya dalam bahasa Belanda, yang dikirimkan kepada teman-temannya di Belanda. Bahkan tulisan-tulisannya dimuat dalam majalah wanita Belanda, De Hollandsche Lelie.Perlu diketahui bahwa sebenarnya ia tak pernah membuat buku berjudul “Habis Gelap, Terbitlah Terang”. Buku tersebut merupakan karangan orang lain, yang berisi kumpulan surat-surat Kartini kepada teman-temannya di Belanda, yang dikumpulkan oleh J. H. Abendanon. Buku yang awalnya terbit dengan judul Door Duisternis tot Licht,yang arti harfiahnya "Dari Kegelapan Menuju Cahaya", kemudian diterjemahkan dan digubah oleh seorang sastrawan Pujangga Baru bernama Armijn Pane dan diterbitkan pada tahun 1983, dengan judul “Habis Gelap, Terbitlah Terang”. 

Lewat surat-suratnya, Kartini telah menginspirasi banyak perempuan Indonesia untuk memperjuangkan dan mendapatkan hak yang sederajat dengan laki-laki. Tapi ini tidak bermakna bahwa perempuan menjadi sama dengan laki-laki. Bahkan, Kartini tidak pernah berjuang untuk membuat perempuan sama dengan laki-laki. Peran laki-laki dan perempuan tetap harus berbeda, karena memang demikianlah Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan untuk saling melengkapi.

Kartini mungkin tak berjuang seperti layaknya pahlawan-pahlawan kemerdekaan lainnya. Ia tak memberontak secara frontal terhadap penjajahan. Perjuangannya sebagai wujud kepedulian kalangan atas terhadap nasib perempuan pribumi. Ia mencoba melawan tradisi yang berlaku dalam masyarakat tempat ia hidup. Bahkan perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tapi juga masalah sosial secara umum.

Setelah hampir 113 tahun kepergian Kartini, perempuan-perempuan di Indonesia kini telah menikmati buah perjuangan itu. Hanya saja, justru banyak yang akhirnya tidak menghidupkan Kartini dalam dirinya. Mungkin tiap hari pakai kebaya sebagai lambang kekartiniannya, tapi kelakuannya tidak mencerminkan watak Kartini. Sebut saja beberapa nama berikut yang justru tersangkut kasus korupsi ataupun suap. Mindo Rosalina Manulang, Miranda Swaray Gultom, Nunun Nurbaeti, Angelina Sondakh, Neneng Sri Wahyuni, Chairun Nisa, Susi Tur Andayani, dan Ratu Atut Chosiyah. Seandainya dari awal Kartini tidak berjuang untuk para perempuan mungkin mereka tidak akan mendapat jabatan yang akhirnya menjadi jalan bagi mereka untuk mengambil yang bukan haknya demi memperkaya diri sendiri. Menurut saya, mungkin mereka-mereka ini adalah efek samping atau bahkan hasil buangan dari produk yang dihasilkan Kartini. Kebaya mereka tak memberi makna jika hidup jauh dari nilai kekartinian. Tentu ini bukan kasalahan Kartini, tapi mereka yang salah mengenal Kartini. Atau mungkin mereka bukannya mengenal Kartini, tapi justru lebih mengenal Martini*

Terkait dengan pilkada Jakarta (maaf belum bisa move on, karena memang masih aktual), menurut penilaian priadi saya,  ada dua perempuan yang menghidupkan nilai juang Kartini dalam diri mereka, Vero Tan dan Happy Farida. Mereka telah memberi nilai yang berdampak bagi kehidupan warga Jakarta. Mereka mungkin tak lagi berjuang seperti yang dilakukan Kartini, tapi mereka telah melakukan apa yang seharusnya mereka kerjakan layaknya perempuan yang telah dibebaskan oleh Kartini.

Kini, akan terjadi pergantian kepemimpinan Jakarta. Artinya kita baru akan tahu nilai kekartinian Kartininya Anies Baswedan & Kartininya Sandiaga Uno beberapa waktu yang akan datang. Kita belum bisa menilai saat ini. Tapi, tentu kita menantikan bagaimana dua Kartini baru Jakarta ini memberi warna dalam tata kehidupan Jakarta. Apakah mereka akan menjadi Kartini sejati atau justru menjadi kartni palsu--Kartini yang hanya berkebaya tapi kelakuannya sama dengan kelompok ibu-ibu cantik di atas yang kini hidup di balik jeruji penjara.

Layak diantikan. Waktu akan membuktikannya nanti. Waspadalah para ibu-ibu barunya ibu kota. Perhatikan baik-baik, supaya bisa membedakan mana Kartini dan mana Martini*.

Selamat Memperingati Hari Kartini

*merk salah satu minuman keras

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun