Mohon tunggu...
Pak Wii
Pak Wii Mohon Tunggu... -

Pembelajar Aktif

Selanjutnya

Tutup

Money

Refleksi 71 Tahun Indonesia Merdeka: Bapak Presiden Jokowi, Pajak Biang Kerok Kemiskinan di Indonesia

17 Agustus 2016   10:00 Diperbarui: 17 Agustus 2016   10:36 12592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Hari ini sudah 71 tahun Indonesia merdeka dan berdiri sejak diproklamirkan Bung Karno. Bukan waktu yang pendek perjalanan yang telah dilalui bangsa ini. Bila boleh diibaratkan manusia, Indonesia sudah bukan anak kecil lagi, sudah opa-opa malah.  Sebagaimana manusia seumuran itu sudah cukup makan asam garamnya kehidupan, seandainya kepala keluarga sudah lihai mengatur diri dan keluarganya. Sudah cerdas bagaimana cara membagi rezeki yang adil dan merata ke seluruh anggota keluarga. Tidak membiarkan seorang angggota keluarga menangis kelaparan, sementara anggota keluarga lain asyik makan hingga kekenyangan setiap harinya.

Kepala keluarga seharusnya bisa membagi rezeki keluarga sehingga semua anggota keluarga mendapat jatah makannya masing-masing, dengan mengambil sebagian jatah yang berlebih untuk diberikan kepada yang kelaparan atau belum makan. Sehingga semua kenyang dan gembira, dan semua merasakan nikmatnya rezeki yang memang menjadi haknya sebagai anggota keluarga.

Demikian seharusnya yang mestinya terjadi, dan ini pula yang seharusnya terjadi di keluarga yang bernama Indonesia. Bila bisa diibaratkan seluruh rakyat Indonesia merupakan anggota keluarga, maka seharusnya semua mendapat bagian rezekinya masing-masing yang memang sudah menjadi haknya. Bila ada rakyat yang lapar kewajiban pemerintahlah sebagai kepala keluarga yang harus mencukupi.

Darimana pemerintah bisa mencukupi rakyat yang kelaparan, ya dari mengambil dari rakyat lain yang berlebihan rezekinya yang disebut pajak. Pajak harus diambil bagaimanapun caranya, karena selain sebagai kewajiban berbagi untuk yang berlebih, juga untuk pemerataan pendapatan bagi seluruh rakyat. Bagaimana bila faktanya setelah 71 tahun Indonesia merdeka ternyata masih banyak rakyat yang kelaparan, 28 juta lebih rakyat yang hidup miskin dan terjerat dalam kemiskinan, jumlah yang tidak sedikit melebihi jumlah seluruh penduduk Australia.

Tentu tidak salah jika kita akan mengarahkan jari telunjuk kita pada pajak. Pajak belum berfungsi dengan baik, banyak yang seharusnya berbagi tidak mau berbagi, banyak yang seharusnya membayar pajak tidak mau membayar, banyak yang seharusnya membayar dengan jumlah besar bahkan sangat besar namun dengan berbagai cara mengecilkan pajaknya.

Pemerintah seolah dipermainkan dan ditantang rakyatnya sendiri yang tamak dan culas untuk membuktikan berapa sebenarnya pajak yang dia sembunyikan. Namun kemampuan pengumpul pajak yang lemah mungkin tepatnya  sengaja dilemahkan dan dikerdilkan, pemerintah tidak berdaya membuktikan sehingga lepaslah pajak yang seharusnya bisa dikumpulkan untuk mengisi pundi-pundi negara. Pengawasan pajak lemah karena kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM), anggaran, dan kewenangan lain termasuk akses data valid, demikian pula penegakan hukum pajak pun tak berdaya karena hal yang sama.

Tidak adanya dana, pemerintahpun tidak berdaya untuk mencukupi si miskin, padahal negara telah berjanji dalam konstitusinya untuk memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar yang jumlahnya demikian besar. Negara telah kalah namun seharusnya tak boleh menyerah. Negara atau pemerintah harus segera melupakan kekalahan itu dan segera "fight". Yang lalu biarlah berlalu, sekarang lihatlah jauh ke depan masih ada jalan yang mantap untuk mengangkat wibawa pemerintah dan sukses dalam pengumpulan pajak.

Amnesti pajak yang sekarang sedang kita gaungkan merupakan salah satu cara saja untuk bisa meningkatkan penerimaan pajak di masa datang. Tapi itu tidaklah cukup, ibaratnya infrastruktur sudah mulus, tapi mobil masih jadul dengan mesin yang sudah reot, tentu tak akan bisa diajak ngebut untuk segera sampai ke tujuan. Sehingga jalan yang dimaksud yaitu perbarui dan perkuatlah mobilnya, perkuatlah otoritas pajaknya yang sekarang bernama Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Perkuatlah otoritas pajakmu Bapak Presiden Jokowi! Jangan ragu-ragu, jangan setengah hati, dan jangan takut ditinggalkan rakyat. Rakyat akan di belakangmu asal engkau amanah. Otoritas pajak yang kuat kunci keberhasilan pengumpulan pajak. Berikan wewenang yang seharusnya dimiliki sebuah otoritas pajak yang kuat, minimal berupa kemandirian atau otonom dalam pengelolaan SDM, Anggaran, dan Organisasi serta wewenang akses data perbankan. Dengan otoritas pajak yang kuat maka pajak makin mencuat, sehingga dana pemerintah berlimpah,  program pengentasan kemiskinan berjalan cerah, kemiskinan hilang musnah, dan pemerataan pendapatan serta kemakmuran rakyat makin nyata dan terarah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun