Mohon tunggu...
PAK DHE SAKIMUN
PAK DHE SAKIMUN Mohon Tunggu... pensiunan penjaga sekolah -

Sedang menapaki sisa usia. Mencari teman canda di dunia maya. Hobi apa saja termasuk membaca dan (belajar) menulis. Bagi saya belajar itu tak berbatas usia. Menuntut ilmu dari ayunan hingga liang lahad. Motto : Seribu orang teman sangat sedikit, dan satu orang musuh terlalu banyak.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Harmoni Dalam Keragaman, Mari Belajar (Pada) Karawitan

26 Desember 2013   23:03 Diperbarui: 30 November 2016   22:21 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_286207" align="aligncenter" width="600" caption="dok.pri"][/caption]

Bukan hanya  sebagai sarana hiburan saja, musikpun dalam keteraturannya mengandung nilai-nilai sosial kemanusiaan, kerukunan, keragaman dan keharmonisan.

Musik tradsional Jawa misalnya yang sering disebut karawitan, dari kata rawit ada yang mengatakan  dari kata rumit, ternyata sarat akan filosofi. Karawitan tidak bisa dipisahkan dengan alat musiknya yang disebut gamelan. Dimana ada karawitan disitu pasti ada gamelan.

Mengapa karawitan dibilang rumit? Apanya yang rumit? Apakah dari banyaknya jumlah dan jenisnya gamelan, cara menabuh (memukul) yang tidak asal-asalan dan gending-gending tertentu yang hanya boleh (baca:tepat) dibunyikan pada saat-saat tertentu? Bukan hanya itu, banyak hal yang tersembunyi mengapa karawitan dibilang rumit. Kerumitan itu hanya bisa dilihat atau dirasakan oleh orang yang ingin atau sedang mempelajari karawitan atau gamelan Jawa.

Bagi orang yang hanya mendengar gendhing-gendhing Jawa sepintas saja, atau memang tidak tertarik terhadap seni karawitan, atau yang tidak peduli sama sekali terhadap seni karawitan, mereka tidak akan menemukan kerumitan dan keindahan yang ada didalam seni karawitan itu. Namun, sebetulnya pada kerumitan itulah tercipta harmoni atau keselarasan  nada dalam gending Jawa. Banyak nilai-nilai atau filosofi yang dapat dipetik dari seni karawitan.

ANEKA RAGAM

Dalam  sepangkon (satu set) gamelan tidak kurang dari duapuluh buah jenis gamelan yang dimainkan dalam sebuah pertunjukan seni karawitan. Jika ada dua laras gamelan yang dipakai, slendro dan pelog, maka jumlah gamelan tidak kurang dari empatpuluh buah. Memang tidak dimainkan bersamaan gamelan laras slendro dan laras pelog.

Selain banyak jumlah dan jenisnya, cara memukul gamelanpun berbeda-beda. Ada yang dengan cara dipukul, ada yang digesek ditiup dan lain sebagainya. Dan pemukul (tabuh)nyapun tidak sama. Misalnya tabuh gong tidak bisa untuk memukul demung, demikian sebaliknya. Tabuh saron tidak bisa untuk memukul kenong, demikian juga sebaliknya. Namun, ada tabuh yang bisa untuk makan, minum kopi, dan merokok dan memaki-maki..........hehehe tabuh suling (maaf intermeso sedikit).

Adapun jenis gamelan yang dipukul cara memainkan atau membunyikannya, gong, kempul, kethuk, kenong, bonang barung, bonang penerus, slenthem, demung, saron barung, saron penerus, gender barung, gender penerus dan gambang. Gamelan yang dipetik, siter dan clempung. Yang digesek, rebab dan ada yang dikeplak/ditabok (dipukul dengan tapak tangan), kendhang dan ketipung.

Selain yang disebut diatas, ada lagi jenis gamelan yang dipakai di luar klenengan, seperti kemanak, kecer, trebang, bedhug, engkuk-kemong dan calapita.

Dari sekian banyaknya jenis gamelan, tidak ada satupun yang pernah membuat kerusuhan, pasalnya semua sudah tahu  tugas dan kewajiban masing-masing juga sadar akan kelemahan sendiri dan mengakui kelebihan yang lainnya.

TIDAK ADA YANG DOMINAN

Dari sekian banyak gamelan yang dimainkan, tidak satupun gamelan yang mendominasi atau suaranya paling keras. Semua sudah ada aturannya, keras lemahnya pukulan, kapan harus berhenti, jenis gamelan apa yang bisa atau boleh menjadi pembuka, pada saat apa gending tertentu boleh atau tidak dimainkan. Dari situlah terbangun suatu keharmonisan atau keselarasan nada yang enak didengar.

Pada gendhing-gendhing tertentu ada gamelan yang jarang dipukul. Contoh, misalnya pada gendhing Ladrang Pangkur Laras Slendro Pathet Sanga. Ada sebanyak 32 titilaras/thuthukan (not). Yang boleh dipukul mengikuti titilaras (not) 32 thuthukan adalah balungan (slenthem dan demung), saron justru 64 kali thuthukan, karena cara menabuhnya dicacah (dobel). Kethuk hanya boleh dipukul sebanyak 8 kali, kenong 4 kali, kempul 3 kali dan gong hanya boleh dipukul 1 kali dalam satu putaran.

Kempul tidak pernah mengeluh meskipun hanya mendapat porsi sedikit, bahkan gong yang hanya mendapat jatah 1 kali tidak pernah menuntut, apalagi hingga melakukan demonstrasi dengan memaksakan kehendaknya untuk mendapat jatah yang lebih banyak.

TAAT PERATURAN

Didalam seni karawitan hampir sama dengan berada di jalan raya. Semua harus taat peraturan. Kapan waktunya boleh jalan dan kapan saatnya berhenti. Untuk memulai memainkan suatu gendhing, biasanya dibuka oleh rebab atau gender. Pada gendhing-gendhing dolanan atau gendhing kreasi baru bonang atau demung yang dijadikan sebagai pembuka, dan terkadang kendhang.

Kendhang memegang peranan penting dalam karawitan, seperti halnya polantas dalam lalu lintas jalan raya. Kendhang mengatur lambat atau cepatnya irama gendhing. Dan kendhang jugalah yang memberi isyrarat kapan harus berhenti.

Yang tidak patuh atau tidak tahu terhadap peraturan, akan kelihatan dalam karawitan. Misalnya kendhang sudah memberi aba-aba berhenti, yang lainnya sudah berhenti ternyata ada yang masih pating klontheng, maka akan malu ditertawakan oleh sesama penabuh dan penonton yang mengerti gendhing. Oleh sebab itu seorang pradangga atau penabuh harus benar-benar hafal gendhing dan titen (tahu tanda-tanda) aba-aba kendhang.

Seorang pradangga (pemukul gamelan)  biasanya peka atau hafal terhadap suara rebab atau gender. Meskipun tidak diberitahu terlebih dahulu, dengan hanya mendengar gesekan rebab atau alunan suara gender sejenak , penabuh sudah tahu gendhing apa yang akan dimainkan. Dan tidak pernah ngotot menolak gendhing yang (mungkin) dia tidak hafal.

Ternyata dibalik keragaman dan perbedaan dalam seni karawitan, tercipta keharmonisan nada-nada indah. Oleh sebab itu, selain kita melestarikan budaya adi luhung warisan para leluhur, mari kita gali nilai-nilai positif atau filosofi yang bisa dijadikan sebagai  pupuk kerukunan dan menjadi pestisida gulma-gulma perpecahan dalam kehidupan  berbangsa dan bernegara.

RUKUN AGAWE SANTOSA, CRAH AGAWE BUBRAH.

[caption id="attachment_286208" align="aligncenter" width="600" caption="Gendhing Ladrang Pangkur Slendro 9. dok.pri"]

13880733861999826620
13880733861999826620
[/caption] [caption id="attachment_286210" align="aligncenter" width="600" caption=" Memukul gamelan berbeda-beda thuthukan (pukulan)nya dok.pri"]
13880735752068028412
13880735752068028412
[/caption] [caption id="attachment_286212" align="aligncenter" width="600" caption="Empat gamelan dijadikan satu dok.pri"]
1388073723502156582
1388073723502156582
[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun