Mohon tunggu...
Anak Tansi
Anak Tansi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang perantau yang datang ke ibu kota karena niat ingin melihat dunia lebih luas dari Jakarta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang perantau yang datang ke ibu kota karena niat ingin melihat dunia lebih luas dari Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kafir "Zaman Now", Dampak Kemiskinan Budaya Tulis Baca

23 November 2018   00:06 Diperbarui: 23 November 2018   00:16 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berawal dari pernyataan terkenal sahabat Nabi Muhammad yang juga khalifah ke-2 Umar Bin Khattab.  "Kefakiran (Kemiskinan), berpontensi membawa Seseorang kepada kekafiran".

Oleh  ulama dan generasi berikut pernyataan kafir tersebut lebih banyak masuk dalam lingkup materi dan kebendaan atau harta.

Padahal, kalau  dianalogikan dalam makna lebih luas, terjemahan fakir (selanjutnya dibaca kemiskinan), itu  tak cuma terkait harta, namun juga bisa bermakna  miskin ilmu, miskin hikmah dan pemahaman terhadap beragam persoalan.

Jika terjemahan luas itu yang dipakai, maka saat ini bertebaranlah fakta-fakta kemiskinan itu yang secara tidak langsung telah memasukkan banyak manusia dalam kategori  itu.

Makna kafir yang dimaksud di sini, bukan dalam hal kepercayaan atau keyakinan. Makna kafir itu  diambil dari pengertian asalnya yakni bahasa Arab, yang berarti menutup atau menolak  atau menentang. Kalau zaman nabi yang ditentang adalah kebenaran wahyu, maka kafir milenial adalah menolak informasi valid, dan lebih percaya kabar hoax.

Kekafiran ala zaman now itu, jika ditelusuri  lebih dalam, terutama untuk yang muslim tak lepas karena telah melalaikan perintah yg ada pada surat pertama Al Qur'an yakni "Bacalah, Bacalah. Bacalah atas nama Tuhan mu yang telah menciptakan."

Tapi apakah perintah baca itu dilaksanakan? Ternyata tidak, karena data menyebut minat baca masyarakat indonesia (dan pasti mayoritasnya Islam) nomor dua terendah dari 64 negara di dunia.

Lalu pada ayat berikut ada terbaca,  "Dial ah yang telah mengajarkan makhluk dengan Kalam (pena/alat tulis).

Kalam atau pena sudah jamak dikenal sebagai alat tulis. Alat bagi manusia  dalam menyampaikan pesan.  Kalam adalah juga makhluk atau benda pertama yang diciptakan Allah  sebelum makhluk  lainnya.

Maka dua info awal ini menjadi petunjuk, betapa pena atau menulis menjadi sesuatu yang sangat luar biasa penting dan mulia penempatannya bagi  Allah.

Sekarang, dampak buruk akibat budaya baca dan menulis  orang Indonesia ternyata sangat rendah suka atau tidak secara diam-diam telah menimbulkan banyak masalah..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun