Awal tahun ajaran baru 2019/2020 lalu saya sempat terkejut ketika melihat siswa baru di SD kami. Awalnya begitu bahagia karena salah satu guru senior mengatakan bahwa jumlah siswa baru (kelas 1) ada 20 orang. Setelah saya lihat ke kelas ternyata hanya 2 orang, angka nolnya hilang.
Sontak saja guru tadi menjelaskan kenyataannya, sembari berkata:
"Nah, Zy inilah tandanya program Kampung KB sukses. 2 anak cukup, kan?"
Terang saja, saya dan rekan-rekan lain tergelak sejadi-jadinya. Ada juga rasa gelisah karena murid tahun ajaran 2019/2020 berkurang drastis. Padahal di tahun 2018, SD kami kedatangan murid baru sebanyak 9 orang.
Penurunan jumlah murid ini bukanlah karena kurangnya usaha. Sosialisasi sudah dilakukan, promosi juga sudah dimantapkan. Tapi, apalah daya desa kecil, di pelosok pula. Tambah lagi, setiap desa punya SD. Beruntung masih ada murid.
Zonasi di Desa Kecil, Menggelisahkan
Bagi Mas Nadiem, zonasi kedengarannya akan sangat mendukung peningkatan kualitas pendidikan di berbagai daerah. Sekolah hari ini kesannya bukan lagi tentang unggulan dan non-unggulan, tetapi tentang pemerataan. Baik itu kualitas siswa, kuantitas siswa, serta juga gurunya.
Berangkat dari harapan ini, maka digaungkanlah PPDB zonasi dimasukkan dalam salah satu program kebijakan "Merdeka Belajar". Dengan terbitnya Permendikbud Nomor 44 tahun 2019 tentang PPDB 2020, sistem zonasi mengalami sedikit modifikasi.
Sudut utama kebijakan ini adalah jalur afirmasi, yaitu untuk siswa dan keluarga yang tingkat ekonominya rendah baik di dalam maupun di luar zonasi. Jika menilik dari pengalaman tahun lalu, pendaftaran jalur afirmasi didasarkan pada jarak rumah siswa ke sekolah yang ia tuju.
Sebenarnya, berapapun komposisi PPDB jalur zonasi tidak terlalu berpengaruh besar terhadap jumlah siswa yang mendaftar di sekolah. Apalagi jika sekolah berada di pusat kota yang padat penduduknya.
Sekolah banyak, namun jumlah siswa juga banyak. Jangankan untuk sekolah negeri, sekolah swasta pun sampai bertingkat-tingkat kelasnya. Persaingannya semakin ketat, dan di sinilah hadir kegelisahan akibat zonasi.
Keinginan siswa untuk mendaftar di sekolah unggulan jati terbelenggu. Prestasi? Toh, tidak semua siswa punya piagam penghargaan tingkat nasional. Walaupun demikian, jika sekolahnya masih di kota tidak begitu bermasalah.