Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dahulukan Pelanggan atau "Orang Dalam"?

7 September 2019   20:15 Diperbarui: 7 September 2019   20:21 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pelanggan. Gambar oleh aykapog dari Pixabay.com

Bagaimana perasaan kita saat mengantri di SPBU, lalu ada seseorang yang berusaha membuat jalur baru dan memotong barisan antrean? Agaknya kesal bukan? Terang saja, kita yang sudah berpanas-panasan dan mungkin sudah cukup lama mengantri, eh dia dengan enaknya menyerobot! Yang membuat kita tambah sakit adalah, petugas SPBU tidak memarahi dan tetap melayaninya. Huufh.

Jika seorang yang menyerobot itu mungkin sedang terdesak dan berada pada situasi darurat, mungkin kita masih bisa memaksa diri untuk senyum dan menerima. Tapi, jika itu adalah "Orang Dalam", tentu tidak bisa diterima. Biarpun "Orang Dalam" itu adalah tetangga Si petugas SPBU, kerabat dekat, maupun keluarganya sekalipun, sejatinya tetap harus mengantre.

Fenomena "Orang Dalam" masih terus menjadi biang penderitaan para pelanggan dalam mendapatkan layanan publik. Baik itu layanan kesehatan, layanan sipil, layanan pendidikan, maupun layanan jasa lainnya tentu ada "Orang Dalam"nya.

Layaknya Presiden, "Orang Dalam" seakan juga punya hak prerogatif dalam menggunakan layanan publik. Entah itu mendapat barisan terdepan, dipercepat proses pelayanannya, atau bahkan mendapat diskon khusus dari layanan tersebut. Jangan-jangan penjaga toilet umum pun sekarang  sudah ada "Orang Dalam"nya! Bahaya ini! Bisa-bisa... ... Hahaha.

Mencederai Hak Pelanggan

Jika fenomena "Orang Dalam" tidak terlihat, mungkin pelanggan tidak akan begitu berkeluh. Uniknya, "Orang Dalam" malah terang-terangan melakukan aksinya didepan mata kita, dan didepan banyak pelanggan lain. Kita, sebagai pelanggan publik yang tidak punya "Orang Dalam" merasa terasingkan.

Mau berkeluh ditempat layanan itu, kita takut nanti urusan kita tidak dilayani, bahkan ditunda proses pengerjaannya. Padahal, perilaku "Orang Dalam" ini sudah mencederai hak pelanggan terkait pemenuhan layanan publik.

Pelanggan sejatinya memiliki kesamaan hak saat mendapatkan pelayanan. Apalagi jika itu adalah lembaga pelayanan publik, maka sangat dituntut adanya kesetaraan. Semakin kesini, sesungguhnya tindakan "Orang Dalam" semakin menjurus kepada tindakan diskriminatif.

Dugaan pelanggan publik bisa saja "Orang Dalam" itu memiliki kesamaan suku dengan petugas layanan publik. Atau mereka satu ras, satu etnis, kerabat dekat, atau bahkan status sosialnya yang lebih tinggi dibandingkan kita-kita ini. Jangankan urusan pelayanan publik,  membeli ayam geprek saja walau hanya 1 porsi tetap harus mengantre.

Anaknya Nepotisme 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun