Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kronologis Revisi UU KPK dan Penolakan Publik

16 Februari 2016   13:42 Diperbarui: 16 Februari 2016   14:14 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, singkatnya UU KPK lahir  ke tataran berbangsa dan bernegara sebagai kubutuhan terhadap lembaga pembernatasan korupsi di NKRI. Lembaga baru tersebut, bukan untuk meniadakan institusi hokum yang telah ada sebelumnya, namun untuk memperkuat, serta adanya kerjasama dalam rangka membernatas korupsi.

Agaknya kehadiran KPK sejak decade yang lalu, secara langsung ataupun tidak, telah, relatif, berhasil mengurangi tingkat korupsi di negeri ini; serta menimbulkan “ketakutan” pada banyak orang sehingga tidak melakukan hal-hal yang bisa diakegorikan sebagai tindak kroupai. Bisa dikatakan, kehadiran KPK di negeri ini, telah menjadi “lembaga istimoewa dan sangat dipercayai public” dalam rangka memberantas korupsi. KPK, pada banyak kasus, telah berhasil menggiring sejumlah besar orang dari kalangan eksekutif, yudikatif, dan legislatif, termasuk  sejumlah anggota TNI dan Polri ke penjara; mereka dipenjarakan karena tindak korupsi.

Kinerja KPK  tersebut, mungkin saja, juga menakutkan sejumlah “calon koruptor” dan pelaku kourpsi yang belum tertangkap, oleh sebab iu, mereka dengan satu hati berupaya untuk melemahkan KPK. Upaya pelemahan tersebut, dilakukan secara kasar maupun “halus;”  melaui perlawanan yang terang-terangan maupun dengan cara undang-undang.

Misalnya, melalui penarikan sejumlah penyidik berprestasi di KPK, kembali ke intitusi sebelumnya, POLRI dan Kejaksaan Agung, melakukan kriminalisasi terhadap sejumlah personil KPK dengan cara membuka kasus-kasus lama; serta melakukan revisi terhadap UU KPK. Upaya revisi UU KPK inilah, ternyata, paling banyak menarik perhatian publik.

 

Kronologis 

  1. 26 Oktober 2010. Komisi Hukum DPR mulai mewacanakan revisi UU KPK.  
  2. 24 Januari 2011. Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso dari Golkar menulis surat dengan nomor  PW01/0054/DPR-RI/1/2011 tanggal 24 Januari 2011, ke Ketua Komisi III DPR Benny K Harman. Priyo meminta Komisi III menyusun draf naskah akademik dan RUU KPK.  Dengan demikian, rencana tersebut masuk ke Prolegnas 2011 terdapat 70 rancangan tentang perubahan undang-undang. Dan, prioritasnya adalah Revisi Undang-undang No. 30 Tahun 2002 tentang KPK.
  3. 25 Oktober 2011. Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Benny K. Harman menyatakan revisi UU KPK merupakan satu keharusan. Menurut  Komisi III DPR RI, ada  10 poin pada UU KPK yang harus direvisi, antara lain, (1) kewenangan merekrut penyidik dan penuntut; (2) fokus pada agenda pemberantasan korupsi yang harus dipertegas, (3) wewenang menyadap,  (4) laporan harta kekayaan penyelenggara negara, (5) kewenangan melakukan penyitaan dan penggeledahan, (6) menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), (7) berkaitan dengan prinsip kolektif kolegial kepemimpinan KPK, (8) prioritas kerja KPK dalam bidang pencegahan atau penindakan harus dipertegas, (9) fokus penindakan KPK untuk kasus dengan ukuran tertentu, (10) fokus KPK untuk menyelamatkan uang negara atau ingin menghukum pelaku korupsi.
  4. 23 Februari 2012. Muncul Naskah Revisi UU KPK,  dari Badan Legislasi DPR RI. Kewenangan penuntutan hilang, penyadapan harus izin ketua Pengadilan, pembentukan dewan pengawas, kasus korupsi yang ditangani hanya di atas Rp 5 Miliar. *Naskah ini hanya beredar terbatas di Komisi III.
  5. 3 Juli 2012. Rapat Pleno Komisi III dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Golkar Aziz Syamsuddin. Tujuh fraksi di DPR menyetujui revisi UU KPK dan UU Tipikor; yaitu Fraksi Partai Demokrat, Golkar, PAN, PKB, PPP, Gerindra, dan Hanura. PDI Perjuangan menolak; PKS abstain. Nama-nama anggota DPR pengusul revisi UU KPK. 

    PDI Perjuangan: Masinton Pasaribu; Ichan Soelistio; Arteria Dahlan; Niarius Gea; Arteria Dahlwan; Abidin fikri;  N Falah Amru; Juniamart Girsang; M Rakyan Ihsan Yunus; Adistrya Sulistyu; Darmadi D; Risa mariska; Irne yusiana R; Charles Honoris; Imam Suroso; Dony M

    Golkar: Tantowi Yahya; Adies Kadir; Dodi Acep; Bambang Wiyogo; Daniel Mutaqien; Kahar Muzakir; Dito Ganinduto; Hamka B KAD; M Misbakhun

     PKB: H irmawan; Hj Rohani V

     PPP: Mz Amirul T; Elvinaro; M Arwani Thomafi; Donny AM

    NasDem: Taufiqulhadi; Amelia Anggraini; Choirul muna; Ali Mahir; Donny I Priambodo; H Hasan Amirudi; Tri Murni Fraksi; Yanyuk Sri R; Ahmad Amin; Hamdhani; Sulaiman H; T Taufiqul

     Hanura: Djoni Rolindrawan; Fauzi H Amro; Inas Nasrullah

  6. 27 September 2012. Ketua Komisi Hukum DPR Gede Pasek Suardika menyatakan DPR mempercepat pembahasan revisi UU KPK. Revisi tersebut dalam rangaka memperjelas kewenangan KPK yang selama ini belum jelas; serta revisi tersebut sudah tak bisa ditolak, karena perubahan sudah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) sejak 2011
  7. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
    Lihat Humaniora Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun