Sekedar Segarkan Ingatan
Ketika itu, Tahun 2003, nama  Sang Jenderal, saat itu, ia sebagai Menko Polkam, muncul sebagai calon presiden, dan populer. Megawati, karena masih ingin sebagai Presiden, meningkatkan kewaspadaan dengan melakukan tindakan preventif. Antara Januari hingga Februari 2004, Sang Jenderal  tidak dilibatkan pada rapat-rapat bidang politik dan keamanan.
Kemudian, pada tahun 2004, tepatnya 2 Maret 2004, karena kedekatan  hubungan, Abang TK menyatakan bahwa, "Kok sepertinya 'jenderal itu kekanak-kanakan,' masa'  mengadukan masalah internal pemerintahan ke wartawan.
Mestinya dia datang ke ibu presiden, tanya kok enggak diajak rapat (rapat kabinet), bukannya ngomong di koran seperti anak kecil. Masa' Â jenderal bintang empat takut ngomong ke presiden.
Kalau anak kecil lagi genit-genitan, ya merasa diisolasi seperti itu. Kalau memang bukan anak kecil dan merasa dikucilkan, lebih baik mundur."
Pernyataan TK membuat banyak orang yang bersimpati kepada Sang Jenderal, karena membuat dirinya sebagai 'terdzalimi' oleh PDIP dan Presiden.
Pada 11 Maret 2004, Sang Jenderal mundur dari jabatan Menko Polkam, dan semakin populer bersama Partai Demokrat. Tahun 2004, ia  terpilih menjadi Presiden RI, dan terulang pada 2009.
Lompat ke Sikon Kekinian.
Saat ini, beberapa kalangan sementara ramai di mana-mana, ia juga Jenderal, dan punya kedudukan penting di Negeri ini.
Pada banyak kesempatan, sebagaimana di Media Pemberitaan, Penyiaran, dan Cetak serta Kanal Youtube, Sang Jenderal sampaikan hal-hal layaknya seorang politisi dengan tujuan politik tertentu; semoga saya salah.
Penyampaian tersebut, menurut saya, justru membawa polemik yang tak membangun serta mendidik masyarakat. Dampaknya, banyak orang mengkritik dan mengkritisi Sang Jenderal; serta cenderung membully Sang Jenderal.
Sikon dan gempita itu, tentu diketahui Presiden; tapi karena ia smart, maka tak berikan komentar. Menko Polhukam lah yang bersuara; seperti biasanya, ia bersuara dengan 'ekspresi tanpa senyum, mungkin menyimpan kekesalan dan marah.