Pilkada DKI sebentar lagi, riuh ricuh pemilu semakin gencar mewarnai media cetak dan televisi. Umat Islam sebagai warga mayoritas menjadi sosok seksi yang diperebutkan sana-sini, tak terkecuali Ahok yang sudah mencaci. Pernyataan Ahok yang menyudutkan KH Ma’ruf Amin tentu saja melukai hati warga NU yang bisa menggerus suaranya di pemilihan nanti.
Soal Pilkada DKI harusnya umat Islam sudah paham dan mengerti, bodoh sekali kalau kita tidak bisa memilih sesuai hati nurani. Ibarat makanan calon gubernur dan wakil gubernur itu ibarat paket makanan 1, 2 , dan 3, ada 2 paket makanan tidak enak paling tidak belum jelas enak atau tidaknya, namun ada satu paket makanan yang sudah jelas beracun, baik dilidah maupun di hati.
Maka sangat tidak masuk akal jika nanti masih ada umat Islam yang memilih paket makanan beracun. Sudah hilangkah akal sehat mereka masih belum bisa menilai perkara remeh temeh seperti itu, sudah rapatkah pintu hati mereka sampai rela membela yang membuat permusuhan dan mencaci sesama.
Pilkada DKI nanti menentukan kedewasaan warga DKI. Bagi mereka yang sudah dewasa tentu sudah bisa membedakan makanan enak, tidak enak dan beracun. Bagi mereka yang sudah dewasa tentu bisa melihat realita dan fakta yang sebenarnya. Bagi mereka yang dewasa sudah pasti tidak mudah tertipu oleh manipulasi pencitraan sebagaimana iblis yang menyamar menjadi malaikat (talbis). Bukankah kita berulang kali diperingatkan afala ta’qiluun, afala tatafakarun.
Mari memantapkan hati, mengingatkan sesama, bahwa maju mundurnya suatu daerah sangat ditentukan pemimpinnya. Bagaimana mau membangun jika pemimpinya kerap berulah dengan membuat kegaduhan. Bagaimana mau menjadi contoh warganya jika pemimpinya congkak dan bertindak semena-mena. Jakarta butuh perubahan, Jakarta butuh ketenangan, dan Jakarta butuh tauladan yang bisa menyatukan semuanya. Jangan pilih racun, Terimakasih.