"Stratifikasi Ras di Kalangan Masyarakat Buton"
Setiap manusia di hadapan Tuhan adalah sama. Pernyataan tersebut merupakan hal yang secara universal diakui oleh manusia. Namun dalam masyarakat, dipandang ada yang berbeda karena status yang dimiliki. Perjalanan proses pembangunan tak selamanya mampu memberikan hasil sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat. Pembangunan yang dilakukan di masyarakat akan menimbulkan dampak sosial dan budaya bagi masyarakat. Pendapat ini berlandaskan pada asumsi pembangunan itu adalah proses perubahan (sosial dan budaya). Selain itu masyarakat tidak dapat dilepaskan dari unsur-unsur pokok pembangunan itu sendiri, seperti teknologi dan birokrasi.
Dalam lingkungan masyarakat dapat dilihat bahwa ada perbedaan yang berlaku dan diterima secara luas oleh masyarakat. Perbedaan itu tidak hanya muncul dari sisi jabatan tanggung jawab sosial saja, namun juga terjadi akibat perbedaan ciri fisik, keyakinan dan lain-lain. Perbedaan ras, suku, agama, pendidikan, jenis kelamin, usia atau umur, kemampuan, tinggi badan, cakep-jelek, dan lain sebagainya juga membedakan manusia yang satu dengan yang lain. Beragamnya orang yang ada di suatu lingkungan akan memunculkan stratifikasi sosial (pengkelas-kelasan) atau diferensiasi sosial (pembeda-bedaan).
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, masyarakat Buton memiliki perbedaan antara kaum bangsawan dengan masyarakat biasa melalui sebuah nama. Di kalangan bangsawan, mereka menyandang nama atau gelar seesuai dengan keturuna mereka yaitu dengan nama La Ode bagi laki-laki dan Wa Ode bagi perempuan. Sedangkan bagi masyarakat biasa atau kasta rendah memakai nama cukup dengan La bagi laki-laki dan Wa bagi seorang perempuan. Sebagai contoh untuk nama di kalangan bangsawan yaitu : La Ode Alamu dan Wa Ode Nursiami merupakan pasangan suami-istri dari kalangan bangsawan. Sedangkan nama untuk kaum yang bukan bangsawan atau rakyat biasa, yaitu : La Boni dan Wa Cumi.
Dengan demikian, kedudukan derajat masyarakat Buton terlihat dari nama masing-masing orang tersebut. Dimana, orang akan dengan mudah mengerti bahwa La Ode dan Wa Ode merupakan keturunan bangsawan dan La/Wa adalah masyarakat biasa. Nama tersebut hanya berlaku untuk masyarakat di dunia saja. Namun, di mata Allah SWT semua sama. Tidak ada perbedaan antara keturunan bangsawan dengan masyarakat biasa.
Perbedaan status sosial di masyarakat tentunya akan diikuti pula oleh perbedaan peran yang dimiliki sesuai dengan status sosial yang melekat pada diri seseorang. Perbedaan-perbedaan inilah yang menimbulkan setiap individu dalam suatu masyarakat menimbulkan adanya pelapisan sosial atau yang lebih dikenal dengan stratifikasi sosial .
Esensi dari stratifikasi sosial adalah setiap individu memiliki beberapa posisi sosial dan masing-masing orang memerankan beberapa peran, sehingga hal ini memungkinkan untuk mengklasifikasikan individu-individu kedalam kategori status-peran,dimana perangkingan didasarkan atas posisi relative dari peran-peran yang mereka mainkan secara keseluruhan.
Pada umumnya mereka yang menduduki lapisan atas tidak hanya memeiliki satu macam saja dari sesuatu yang dihargai oleh masyarakat, akan tetapi kedudukan yang tinggi tersebut bersifat kumulatif. Artinya mereka yang mempunyai uang banyak, misalnya, akan mudah mendapatkan tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, bahkan mungkin kehormatan tertentu.
Cara yang paling mudah untuk mengerti pengertian konsep sratifikasi sosial atau perbedaan status sosial adalah dengan berfikir membanding-bandingkan kemampuan, baik kemampuan kecerdasan, jabatan, maupun ekonomi, dan apa yang dimiliki anggota masyarakat yang satu dengan anggota masyarakat yang lainnya.
Dalam lingkup masyarakat yang ada di Indonesia, status sosial sering menjadi momok bagi masyarakat. Dimana jabatan serta kekayaan sebagai acuan untuk mencapai sebuah keinginan bagi orang yang memilikinya, dalam arti bahwa yang kaya makin kaya, dan yang miskin makin miskin.