Mohon tunggu...
Nurcahyo AJ
Nurcahyo AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembaca setia kompas

Things Left Unsaid

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengedepankan Empati Ketimbang Sakit Hati

21 Februari 2017   01:45 Diperbarui: 21 Februari 2017   01:54 1308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beredar dalam sosmed saya, seperti gambar yang saya lampirkan sebuah daerah di Cililitan terkena azab Allah hanya karena mereka semuanya memilih Pak Ahok, tidak disisakan suara satupun memilih Pak Agus maupun Pak Anis.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Saya tak habis pikir, bagaimana yang membuat gambar diatas tau bahwa ini dikategorikan sebagai azab, alih-alih ujian atau malah musibah. KECUALI anda itu panitia akhirat, anda tidak mungkin tau apakah yang terjadi sesungguhnya ketika orang itu mengalami suatu fase dalam hidupnya. Dengan alasan pengetahuan kita yang sangat sedikit tentang segala hal, maka dalam islam ada tuntunan untuk husnu-dzon (berprasangka baik).

"Hai orang-orang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain" (Qs. Al-Hujurat, ayat 12 ).

Anda mungkin punya dalil lain yang akan membenarkan anda melakukan penghakiman terhadap kejadian yang menimpa seseorang/sekelompok orang, tapi saya lebih memilih mengedepankan empati ketimbang sakit hati.

Ya, saya juga sakit hati, karena saya merupakan pendukung Agus-Sylvi dalam Pilgub Jakarta 2017 ini. Saya sakit hati dengan pak Ahok demikian juga dengan Pak Anis, tentu karena jagoan saya dikalahkan keduanya.

Kalau ada pertanyaan, jika pilgub Jakarta ditakdirkan memasuki putaran kedua, apakah saya akan memilih? dengan berusaha menjadi warga negara yang baik, iya- saya akan memilih dan tidak mau menjadi golput. Kalau saya analogikan dan gambarkan dengan kata-kata sarkastis, maka kalimat saya akan menjadi seperti ini, "Saya pasti akan meminum satu diantara 2 racun ini".

Kembali ke topik pembahasan, empati itu perlu agar sikap welas asih menjadi panglima dalam diri, sehingga anda menjadi pribadi yang penuh kasih terhadap sesama. Saya dan keluarga pernah mengalami kebanjiran ketika kami tinggal di sebuah Kompleks Angkatan Darat di Jakarta Timur, bagaimana sedihnya kami melihat tembok rumah yang jebol karena dihantam air, saya dan adik harus mengungsi beberapa hari ke rumah Bude (uwak/kakak orangtua) kami sampai akhirnya air surut.

Anda tak perlu seperti saya, berempati karena pernah mengalami sendiri kejadian tesebut, cobalah anda datangi tempat-tempat kebanjiran, lihat dimana mereka tidur, bagaimana mereka makan, lalu bantulah sesuai kemampuan dan dengarkan keluhan juga tangisan mereka dengan mata kepala anda sendiri, niscaya akan tumbuh rasa itu.

Anda mungkin saja mengunggah (upload) gambar ini sebagai ungkapan marah anda kepada pendukung paslon tertentu karena seakan-akan menantang datangnya banjir dengan status mereka di media sosialnya. Sudahi marahmu kawanku.. apa bedanya kita dengan mereka kalau sama saja menggunakan kalimat yang tidak pas dan penuh penghakiman kepada orang lain?

Saya pikir sangat tidak elok kita menghakimi seseorang/sekelompok orang hanya karena berbeda pilihan dengan kita, apalagi dikaitkan dengan kepentingan pilkada. Karena buat saya, apakah itu azab, ujian atau musibah itu bergantung pada perangkat yang menerimanya.

"AKU tergantung persangkaan hamba kepadaKU" (HR. Bukhari No. 7405 )

Dalam banyak kajian sejarah dan kitab suci, banyak orang-orang yang dianggap diberikan petunjuk atau di tahbiskan sebagai manusia suci-pun tidak mengalami nasib yang baik di penghujung hidupnya.

Sebut saja kisah kesohor Nabi terbunuh di Islam dan Kristen yakni Nabi Zakaria dan Puteranya, Nabi Yahya (di Kristen: Yohanes Pembaptis).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun