Mohon tunggu...
Dahrun Usman
Dahrun Usman Mohon Tunggu... Essais, Cerpenis dan Kolomnis -

Manuisa sederhana yang punya niat, usaha dan kemauan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kerikil Intifada

24 Juli 2017   10:35 Diperbarui: 24 Juli 2017   11:29 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: wawasansejarah.com

Dentuman suara rudal dan bau mesiu mortir berkejaran di tangan gelapnya sudut kota. Warna merah jingga dan bulir-bulir percikan api membumbung membelah angkasa. Suara takbir sayup-sayup menggema dari tiap sudut masjid dan rumah-rumah kotak pejuang Intifada,suara isak tangis dan jerit bayi ketakutan semakin mencekam. Di sudut rumah Kota Khan Yunis, sebuah pesawat tanpa awak menyeruak mengintai para pejuang, dan sejurus kemudian pesawat tempur F-16 menembakan rudal yang membuat rumah itu hancur dan rata dengan tanah.

Perisai manusia yang dibentuk oleh kalangan pejuang dan warga terhempas, darah mereka muncrat membasahi lantai dan kepingan batu. Allahuakbar! Allahuakbar! Allahuakbar! Teriak puluhan pejuang Intifadasebelum menutup hayat mereka. Ramadan ini darah mereka dituang oleh para malaikat dan disimpanya dalam lauh mahfuz-Nyasebagai jazaatas kemerdekaan batin melawan tentara aggressor dan para pendurhaka.

Al-Qodri salah satu kepala komando Intifadamengangkat tangan ke atas dan menggenggam sebuah amunisi roket,"Allah hidup kami, perjuangan kami dan mati kami hanya untuk-Mu! Allahuakbar! Sejurus kemudian dentuman roket yang di luncurkan Al-Qodri mengangkasa dan membelah jalur Gaza sampai kemudian menukik jatuh di ibu kota negara para pendurhaka. Sementara itu di Shejaiya, sebelah timur Kota Gaza dua pejuang Intifadamenemui takdirnya ditelan senjata tentara pendurhaka. Ratusan pejuang mengangkat jasadnya kemudian menyolatkan dan memakamkannya sebagai suhada.

Raheem dan Faheem dua saudara kembar yang baru berumur sembilan tahun menahan sesak nafasnya. Air mata yang meleleh dipipinya bercampur dengan darah segar ayahnya yang baru saja terkena rudal tentara pendurhaka. Dia mengusapnya dengan lengan tangan yang berdebu dan diciumnya harum darah sang ayah. Mereka berdua berdiri bersama ratusan para pejuang Intifadalainnya mendoakan ayahnya sebelum perpisahan terakhir di dunia. Tidak tampak kesedihan dan ketakutan sedikitpun dalam raut wajah mereka. Sang ayah Abdellah Kareem adalah salah seorang komandan jihad yang sangat berani menghadapi tentara pendurhaka.

Ketika rudal menyerang rumah Abdellah Kareem, kedua anak kembarnya Raheem dan Faheem sedang menyelesaikan hafalan al-Qur'an juz ke-30 di masjid dekat rumahnya bersama Seikh Ahmad Al-Yasser. "Raheem, Faheem! Ayah kamu terkena rudal. Ayo kita selamatkan!,"teriak Sang Guru ketika mendengar sebuah dentuman rudal di rumah Abdellah Kareem. Begitu sampai di rumah kedua anak kembar itu menemukan ayahnya sudah tidak bernyawa lagi, di tangan kirinya tergenggam sebuah granat di tangan kanannya tergenggam sebuah al-Qur'an.

Raheem dan Faheem adalah dua dari ratusan anak di Gaza yang mampu menghafal al-Qur'an dalam usia yang sangat dini dan cepat. Mereka lahir dari Rahim ibu-ibu yang hafizohdan ayah-ayah yang setiap detik siap berhadapan dengan rudal dan mesiun tentara pendurhaka. Ratusan anak-anak hafizal-Qur'an tersebut mempunyai keberanian dan kekuatan mental yang maha dahsyat, merekalah yang menjadi incaran setelah pasukan pejuang. Sejak kecil mereka melihat bagaimana pejuang Intifadadi intimidasi, ditembak dan disiksa dengan kemurkaan aggressor yang tidak mempunyai hati sama sekali. Watak mereka seperti batu-batu keras dan hitam dataran tinggi Golan. Hati mereka seperti kerikil tajam dan kerdil yang takut setengah mati menghadapi ketapel dengan senjata otomatis.

Anak-anak di Gaza banyak yang lahir kembar. Kembar dua. Kembar tiga. Kembar empat. Kembar lima dan kembar-kembar yang lain. Fakta ini adalah perspektif garis sunatullah Allah swt yang tidak pernah membuat tentara durhaka mau menerima kenyataan. Mereka yang lahir kembar mempunyai kekuatan daya ingat yang sangat luar biasa. Menghafal al-Qur'an menjadi senjata spiritual menghadapi kebiadaban aggressor. Ketapel adalah persemaian abadi antara senjata batin jihad dengan kekuatan fisik yang luar biasa. Doa-doa mereka mampu menembus lauh mahfuz dan mereka yakin skenario Allah swt sedang berjalan; berjuang, melawan dan kematian adalah tiga hal yang sangat indah bagi anak-anak seperti Raheem dan Faheem. Subhanallah.

Pada saat di belahan dunia lain. Anak-anak sekecil mereka masih merengek minta mainan, jajan dan dininabobokan. Mereka sudah bergelora dengan dentuman rudal, roket, mortar, mesiu, ketapel dan gas air mata yang pedih sepedih kebencian mereka pada tentara aggressor yang durhaka. "Ya. Allah. Kekuatan kami ada di tangan-Mu. Kelemahan kami ada dalam diri kami. Mohonkan kekuatan untuk seluruh jiwa raga pejuang Intifadadalam menghadapi tentara durhaka yang lancung dan lalim,"teriak Raheem dan Faheem.

"Sang Komandan! Di manakah api jihad dapat aku tularkan?,"tanya Raheem kepada Al-Qodri. "Di lidah, mata dan hatimu anak-anaku!,"teriak Al-Qodri sambil mengacungkan senjata laras penjang ke udara. "Kalau begitu. Kapan medan laga bisa kami jemput?, tanya Faheem. "Kelak kalau kami yang tua ini sudah tidak ada lagi!,"jawab Al-Qodri. "Lalu di mana medan laga kami yang masih kecil ini, komandan?,"tanya Faheema. "Datanglah ke Al-Aqsa. Di sana kalian berdua akan menemukan medan yang sesungguhnya,"jawab komandan.

Raheem dan Faheem tersenyum dan mengangkat kedua tangan sambil mengepalkan tangannya. Di kepalan tangan Raheem dan Faheem tergenggam ayat-ayat al-Qur'an yang menjadi do'a dan bara para pejuang Intifada.Teriakan Allahuakbar! Allahuakbar! Allahuakbar! Melengking dari tenggorokan kedua anak yang baru kehilangan ayahnya. Keduanya segera berlari menuju Al-Aqsa. Di kanan-kiri jalan reruntuhan tembok rumah sudah tidak terhingga lagi kengerian sudah tak terperikan lagi.

Ramadan sudah memasuki hari kesepuluh ketika dentuman rudal tentara durhaka menghujam bergantian di Gaza. Asap dan api mengepul di seluruh sudut Gaza. Sementara pejuang Intifadatidak ada rasa takutnya mencengkram amunisi roket dan membakarnya melambung, menghunus dan meluncur jatuh di area tentara durhaka. Lihatlah perangai tentara durhaka itu; sungguh bengis! Ya. Untuk ukuran manusia. Kalau mereka layak disebut manusia! Sebab manusia mempunyai hati dan perasaan yang tidak jauh berbeda. Manusia hanya bentuk rupa mereka. Tapi watak dan hatinya tidak menggambarkan sifat menusia. Biadab!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun