Mohon tunggu...
Politik

Kepada Tuan Ahok yang Mulia

19 Januari 2017   01:31 Diperbarui: 19 Januari 2017   01:57 2016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya menyaksikan debat Calon Gubernur DKI beberapa waktu yang lalu. Sungguh rasanya hati miris dibuatnya. Setidaknya bagi saya.

Tuan Ahok selalu berbicara tentang sudah melakukan ini dan itu, bilang ini dan itu. Tapi apakah Tuan Ahok ingat bahwa pernah menjanjikan ini dan itu lalu diingkari? Tuan Ahok pernah berjanji tidak akan membuat 6 ruas tol dalam kota, tapi lalu mendukung dan kemudian membatalkan. Bisa jadi lupa atau entah apa bahasanya. 

Tuan Ahok berjanji tidak akan menggusur Bukit Duri dan akan membangun Kampung Susun atas inisiatif warga. Pak Ahok lupa dan mengerahkan alat berat untuk menggusur secara paksa padahal pengadilan sedang memproses gugatan. Akhirnya warga menang putusan sela.

Memaksakan Rumah Susun adalah pilihan terakhir warga. Bahkan tadi malam di Mata Najwa, "Kalau kami salah, Kami bayar ganti rugi" Wakil Tuan berkata dengan pongah. Asalkan Tuan tahu, bahwa rumah itu bukan hanya bangunan tanpa nyawa. Ada detak dan denyut kehidupan manusia di dalamnya. Tidak mudah digantikan gepokan uang tunai sebagai permintaan maaf atas akar yang tercabut. 

Sehabis itu para fans berat Tuan Ahok melakukan pembelaan. Semua bilang Kampung Deret membawa berbagai permasalahan. Dari izin sampai payung hukum.  Seakan para penonton harus percaya bahwa prosedur hukum jadi penghalangnya.

Apakah Tuan Ahok lupa, sebagai gubernur Tuan adalah pembuat hukum. Gubernur bisa membuat dasar hukum untuk kepentingan rakyatnya. Apakah Tuan Ahok lupa bahwa Tuan Ahok tanda tangan Peraturan Gubernur no 210 tahun 2016 tentang Kompensasi KLB sebelum cuti? Sependek yang saya tahu, pembayaran denda seharusnya masuk ke APBD seperti amanat Undang-Undang Keuangan Negara. Tuan Ahok berani membuat hukum yang seperti itu.

Tuan Ahok juga memuat Peraturan Gubernur Nomor 206 tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota Pulau C-D-E . Pergub ini bertentangan dengan hukum, karena Perda Zonasi belum ada. Entah apa pembenarannya bahwa Pergub ini juga ditandatangani sebelum Tuan Ahok yang mulia cuti. Untuk pulau-pulau palsu Tuan Ahok mengangguk, pada rakyat, Tuan palingkan muka.

Tuan Ahok tentu tahu bahwa Pulau C-D-E ini milik PT. Kapuk Naga Indah, anak perusahaan dari Agung Sedayu yang pemiliknya sering makan Pempek bersama Tuan.  Tentu bapak itu juga rakyat, sama seperti Sandyawan Sumardi. Hanya Sandyawan tidak punya uang sebanyak itu untuk menguruk laut.

Tentunya Tuan Ahok bisa berdalih bahwa hukum akan terbentur kewenangan pusat dan daerah. Tentu Tuan Ahok tidak salah. Untuk itu pentingnya Komunikasi yang baik Tuan. Saling bertukar pikiran mencari solusi yang terbaik untuk rakyatnya. Bukan merutuki semua seakan Tuan adalah juaranya dan lainnya pecundang.

Kalau kerja hanya kerja tanpa ada gagasan dan rancangan. siapa sasaran yang dapat keuntungan? Kalau bangun hanya membangun, untuk siapa sejatinya bangunan itu didirikan. Seperti yang disampaikan Buya Hamka.

"Kalau hidup sekadar hidup, babi di hutan pun hidup. Kalau bekerja sekadar bekerja, kera juga bekerja."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun