Mohon tunggu...
Fakhrunas Jabbar
Fakhrunas Jabbar Mohon Tunggu... Dosen - Penulis/ Sastrawan

Fakhrunnas MA Jabbar adalah sastrawan, dosen dan wartawan, tinggal di Pekanbaru Riau

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ambisi Politik dan Syahwat Kekuasaan oleh Fakhrunnas MA Jabbar

17 Agustus 2017   06:17 Diperbarui: 17 Agustus 2017   08:52 1140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ADA falsafah nyeleneh orang yang duduk: lama duduk, lupa berdiri.  Realitas ini dapat ditemukan dalam kehidupan politik atau organisasi  di  mana-mana. Tak peduli di lembaga legislatif, eksekutif, partai politik  bahkan organisasi non-politik sekali pun.

Lihat saja, banyak  wakil rakyat yang nyaris menjadi penghuni tetap gedung Senayan sampai  5-6 periode.  Begitu pula, sejumlah tokoh dan negarawan dunia  mencengkeramkan kekuasaannya dalam jangka waktu cukup lama. Biasanya  mereka cenderung memimpin secara diktatorial.

Semua orang tak  akan lupa, bagaimana pemimpin, Moammar Khadafi akhirnya tewas di ujung  kekuasaannya yang perkasa.. Orang kuat Libya yang berkuasa selama 42  tahun itu terbunuh di tangan musuhnya yang berasal dari kolaborasi  tentara NATO dan kelompok oposisi. Sudah tujuh bulan lebih, Khadafi  menjadi incaran rakyatnya sendiri agar segera mengakhiri kekuasaan yang  diktatorial. Tewasnya Khadafi disambut gembira kelompok rakyat opissi  dan musuh-musuh politiknya.

Menyebut nama Khadafi dalam perubahan  dunia yang semakin demokratis, orang jadi teringat bagaimana syahwat  kekuasaan berlangsung dalam sejarah pemerintahan dunia. Benarlah kata  sebuah adagium bahwa kekuasaan itu adalah candu. Sekali orang menikmati  kursi kekuasaan itu, biasanya cenderung untuk terus berlanjut. Hal ini  sangat dirasakan dalam proses kudeta kekuasaan di sejumlah negara dalam  sejarah yang panjang. Itulah hakikat watak dasar manusia yang selalu  haus dalam memenuhi syahwat kekuasaannya.

Dalam sejarah, tercatat  sepuluh pemimpin negara dunia yang paling lama berkuasa. Hampir para  penguasa terlama itu merupakan dinasti kerajaan di antaranya Raja  Thailand Bhumibol Adulyadej berkuasa selama 71 tahun (9 Juni 1946 s.d  wafat), Ratu Inggeris Elizabeth II (65 tahun - 6 Februari 1952 s.d  sekarang), Sultan Brunei, Hasanal Bolkiah (49 tahun - 5 Oktober 1967 s.d  sekarang), Ratu Denmark, Margrethe II (45 tahun - 14 Januari 1972 s.d  sekarang), Raja Swedia, Carl XVI Gustaf (43 tahun- 15 September 1973 s.d  sekarang), Raja Spanyol dan  Juan Carlos (40 tahun -  22 November 1975  s.d sekarang).

Sedangkan penguasa dunia yang bukan dari keturunan  kerajaan atau dari kalangan rakyat biasa, yang terlama ditempati oleh  Moammar Khadafi (43 tahun-  1 September 1969 s.d wafat). Selanjutnya  diikuti oleh Presiden Yaman, Ali Abdullah Saleh (39 tahun- 18 Juli 1978  s.d sekarang), Presiden New Guinea, Teodoro Obiang Mbasogo (39 tahun- 3  Agustus 1979) dan terakhir Presiden Indonesia, Soeharto (32 tahun sd  diturunkan).

Dalam konsep kekuasaan rakyat (demokrasi),  pembatasan lama berkuasa merupakan pilihan paling ideal. Maksudnya agar  kekuasaan pemerintahan itu tidak terperangkap dalam diktatorial atau  fasis. Kekuasaan yang terlalu tentu saja berdampak buruk terhadap  peradaban. Kekuasaan yang ideal hendaklah didapatkan melalui mekanisme  demokrasi yang menempatkan teraju kekuasaan tersebut berada di tangan  rakyat. Pantaslah adagium demokrasi itu berbunyi : suara rakyat, suara  Tuhan.

Tata negara dan tata pemerintahan di hampir semua negara  telah membuat aturan main pembatasan kekuasaan itu. Pola yang sama  biasanya berlaku mulai dari posisi kepala negara atau kepala  pemerintahan hingga jajaran di bawahnya seperti gubernur, bupati/  walikota hingga kepala desa. Senada dengan itu, kepemimpinan organisasi  juga dibatasi lama periode memimpin agar proses regenerasi kepemimpinan  dan suksesi dapat berlangsung dengan baik.

Namun, sejarah  kekuasaan selalu mengalami deviasi atau penyimpangan-penyimpangan.  Betapa pun hebatnya peraturan yang sudah dibuat para wakil rakyat  (legilastif) namun selalu ada celah bagi orang-orang yang cerdik (tricky) untuk menerobosnya. Tentu saja, orang-orang seperti inilah yang memiliki syahwat kekuasaan agar bisa memimpin lebih lama.

Mengapa orang ingin berkuasa atau memimpin lebih lama?

Seseorang  yang berkuasa terlalu lama biasanya menemukan comfort zone (wilayah  nyaman) biasanya selalu berusaha mempertahankan status quo. Artinya  seseorang itu sudah faham betul bagaimana memainkan peranan dalam  situasi kekuasaan yang berada di tangannya. Penguasa seperti ini sudah  memagari diri dengan strategi dan lapisan barikade para loyalis yang  siap berjibaku menopang kekuasaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun