Mohon tunggu...
Fahmi Namakule
Fahmi Namakule Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

"Aktivis Kerbau"

11 Agustus 2017   06:33 Diperbarui: 11 Agustus 2017   08:55 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.viva.co.id

Dibalik sejuknya tapak kerbau ada benalu-benalu kecil yang tumbuh, tumbuh melintasi batas kewajaran seorang aktivis ideal menatap didalam ruang-ruang prakmatis literatur-literatur epistemik kini sudah mulai roboh karena pekahnya kerikil-kerikil pasir yang suda membatu, rupanya bahasa-bahasa kebenaran yang dilontarkan lebih baik dari pada bahasa-bahasa kebenaran yang mati suri hingga akhirnya membusuk dan menjadi penyakit-penyakit dalam yang mematikan.

Apakah ada baiknya serpihan-serpihan yang terpisah itu menyatuh lagi dan menjadi serpihan-serpihan egoisme, atau kah sebaliknya ?. dibawah tindak-tanduk kerbau ini jejak dan getaran aktivis kini semakin  hari semakin mau dikalahkan.

Revolusi aktivis kini mulai memudar, bagaikan daun hijau yang jatuh akhirnya memudar menjadi coklat dan akhirnya membusuk, seperti laut yang tenang tetapi konsekuwensi untuk melewatinya agak sulit bahkan tidak bisa sama sekali karena resikonya sangat berat,

Dibalik tembok-tembok yang sewarna ini ternyata banyak sekali warna-warni yang menghiasinya hanya saja ditutupi oleh warna yang manpak itu, begini lah kondisi dibalik tutup kerbau itu, harusnya kondisi-kondisi ini tidak terjadi, filosofi historis kerbau-kerbau kecil itu harus bangkit menjadi pedoman dan teladan-teladan revolusi kebenaran yang abadi.

Aksiologi budaya yang hilang kini berkembang menjadi fakta sejarah telah tertanam pasat harusnya seperti ini, budaya menjadi warisan filosofi suatu kaum, budaya menadi iidentitas suatu kaum, budaya menjadi pedoman yang melatarbelakangi asal-usulnya, budaya itu merupakan heterogen kondisi sosial kaum itu, lantas apakah budaya dengan bentuk perlawanan tutup kerbau itu merupakan bentuk perlawanan yang sangat keras demi mempertahankan apa yang telah diawalinya itu, apa yang telah dibuatnya itu, dan budaya macam apa sebenarnya yang dipertahankan itu, apakah leluhurnya itu mempertahankan kesengsaranya   itu, ada sebuah gerakan besar yangg memaksa untuk terus berada  dan mempertahankan kebiasaan yang mengakar itu, ada sebuah gerakan kebersamaan yang bangkit untuk mengkokohkan perdaban budayanya itu.

Kondisi inilah yang seharusnya direalisasikan, eksperimen yang terjadi membuktikan bahwa mereka seolah-olah jauh dari gerbang etnik itu, makna autentik seperti apa yang harus dipertahankan, ternyata harus sepatutnya makna dari simbol itu harus di perhatikan, tetapi masi saja ada orang-orang yang keluar jauh dari barisan konsistensi budaya itu, mungkin saja debu kapitalisasi yang suda tertanam pada jiwa-jiwa pendekar-pendekar muda, hingga akhirnya esensi etnisitas mulai bergeser dengan budaya modernitas, dalam prespektif soshum budaya demokrasi mulai diagungkan inilah alat perekat hati yang menyiksa etnik, entah hanyalah harapan kesadaran yang masi berkibar dan mengambang pada titik-titik ketidak mampuan individu-individu itu, dan kemudia struk denga kemunafikannya itu.

Kesadaran totalitas pada makna hidup dari mereka itu, bahwasannya perjuangan kerbau-kerbau kecil tiu yang berjalan denga keiklasan, yang melawan dengan keyakinan pada identitasnya itulah yang keluar sebagai pemenangnya, entahlah sampai kapan mereka harus kembali sadar atas kemenangan itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun