Mohon tunggu...
Basuki Wang
Basuki Wang Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Masih belajar, akan terus belajar, tak mau berhenti belajar! Tinggal sementara di Tiongkok untuk mempelajari apa saja yang bisa dipelajari di sana.

Selanjutnya

Tutup

Money

Belajar Dari Etos Kerja Masyarakat China

19 Januari 2012   09:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:41 2951
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1326965952739528753

Salah seorang teman saya, baru mendapat kerja. Di warung makan. Jadi pelayan. Kerja dari jam 9 pagi sampai jam 9 malam. Jam kerjanya memang panjang. Sekitar 12 jam-an.

Memang beginilah jam kerja masyarakat China—bangsa yang mempunyai etos kerja tinggi dan pekerja keras. Mereka tidak pernah merasa berat bekerja selama itu. Padahal, jika di Indonesia, kerja 8 jam saja, sudah bukan kepalang!

Tadi (Kamis, 19 Januari 2012), saya berkesempatan ke warung tempat teman saya bekerja itu. Main-main. Sekaligus ingin tahu bagaimana perasaannya untuk pertama kalinya dia bekerja di negeri orang. Katanya, lumayan. Dia masih bisa menyesuaikan.

Di samping pekerja keras, masyarakat China juga pekerja cerdas. Sebagaimana telah kita ketahui semuanya: “Apapun barangnya, pasti ada Made in China-nya”. Alias, tidak ada satu barang pun di dunia, yang tidak bisa di-copas oleh China. Produksinya pun, juga tak tanggung-tanggung. Secara besar-besaran. Oleh karena itu, setidaknya menurut saya, China sangat berpotensi sekali untuk menghancurkan negara-negara barat. Tentu, asal China mau saja.

Masyarakat China juga irit sekali.

Tadi, ketika mengunjungi teman saya itu, saya sempat tanya ke pemilik warungnya mengenai cara mereka me-manage penghasilannya. Mereka mengungkapkan, misal dalam sehari nilai kerjanya 15 Yuan (kurang-lebih Rp. 22.500), yang mereka pakai hanyalah separuhnya. Sisanya, mereka simpan untuk kebutuhan di lain hari.

Penduduk negeri Tirai Bambu ini, memang sudah terbiasa hidup di bawah jumlah penghasilannya seperti itu. Hampir dapat dikata, setahu saya, tidak ada masyarakat China yang menghabiskan uang lebih dari yang mereka hasilkan. Ini adalah pantangan bagi mereka.

Ketika bekerja, saya perhatikan, masyarakat China jarang sekali ngomong. Sangat cermat. Teliti. Hanya mau ngomong yang perlu—yang berhubungan dengan yang yang sedang dikerjakan. Kata mereka, “shao shuo, duo zuo (talk less, do more)”. Acuannya adalah pepatah China: “yi cun guangyin, yi cun jin; cun jinn an mai cun guangyin (waktu sesaat bagaikan sepotong emas; tapi sepotong emas tidak bisa membeli waktu sesaat)”.

Saya tadi juga sempat tanya kepada pemilik warung itu mengenai punya-tidaknya mobil pribadi. Dia mengatakan punya, tapi sangat jarang menggunakannya. Katanya, jauh lebih aman tidak berkendara. Ditegaskannya, jauh lebih sehat, lebih hemat, lebih selamat jalan kaki saja.

Etos kerja yang seperti ini, menurut saya, sangat perlu Indonesia teladani. Menurut kalian?

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun