Persepsi negatif terhadap agama yang dianggap sebagai sumber konflik dan pemecah belah persatuan, masih tertanam kuat dikalangan sebagian masyarakat. Hal tersebut terungkap dalam suatu pertemuan yang saya hadiri kemarin (31/7/2015).  Seorang lurah mengusulkan supaya dalam pembangunan RPTRA (Ruang Publik Terpadu Ramah Anak) sebaiknya dibangun satu bilik untuk Mushalla.
Akan tetapi usul itu tidak diterima. Alasannya antara lain demi menjaga perasaan agama lain dan demi persatuan dan kesatuan. Hal tersebut tidak terlepas dari pandangan bahwa agama masih dianggap sebagai sumber konflik dan pemecah belah persatuan, yang setidaknya didasari oleh 4 (empat) hal.
Pertama, agama dalam setiap pergolakan sosial selalu dijadikan sebagai pengobar agresivitas untuk melawan umat agama lain seperti dalam konflik Tolikara di Papua.Â
Kedua, agama selalu dijadikan alat pemersatu setiap kelompok umat agama untuk melawan, mengalahkan dan menghancurkan pihak lain yang dianggap sebagai musuh.Â
Ketiga, pergolakan politik yang terjadi di Irak, dan Suriah saat ini, dengan isu ISIS yang menggunakan label agama, telah menyedot simpati dan dukungan yang luas, sekaligus mendapat perlawanan dari para penguasa di seluruh dunia. Isu ISIS dianggap sebagai pemecah belah persatuan.
Keempat, dalam pertarungan politik di Indonesia, isu agama yang dikategorikan sebagai "SARA" selalu dipergunakan. Oleh karena itu, secara formal, isu agama dilarang, namun dalam rivalitas, isu agama tidak pernah hilang. Sebagai contoh, dalam pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014, isu agama luar biasa laris, sehingga dianggap agama sebagai pemecah belah.
Menggunakan Isu Agama
Penggunaan isu agama dalam mewujudkan target politik, ekonomi, sosial dan sebagainya, bukan hanya di Indonesia. Hampir semua masyarakat di negara manapun di dunia, menggunakan isu-isu sensitif untuk melawan dan mengalahkan pihak lain. Termasuk isu yang sering dipergunakan ialah isu agama.
Di Amerika Serikat sebagai negara nomor wahid dalam pengamalan demokrasi dan HAM, isu agama masih selalu dipergunakan dalam setiap pemilihan Presiden. Presiden Barack Obama misalnya harus mendekarasikan diri bahwa dia beragama Kristen bukan Islam sebagaimana yang diisukan pihak lawan.Â
Begitu pula di negara-negara barat seperti di Jerman, isu agama masih sangat berpengaruh bahkan di negara itu berdiri partai Demokratik Kristen, yang dalam beberapa tahun ini memimpin Jerman. Â
Begitu pula di India sebagai negara demokrasi terkemuka, isu agama masih sangat menonjol dalam setiap pemilu di negara itu.