Alhamdulillah! Akhirnya saya menemukan 2 buku kumpulan cerpen Misbach Yusa Biran, Oh...Film dan Keajaiban di Pasar Senen (judul cetakan pertamanya Miracolo Senen Raya). Buat saya, gaya bahasa Pak Misbach sangat khas penulis angkatan kakek-nenek saya, seperti juga Soekanto SA (terutama dalam novel Matahari Jakarta), SM Ardhan (Terang Bulan Terang di Kali), atau Mahbub Djunaedi (terutama dalam novel Angin Musim, Cakar-cakar Irving (terjemahan) dan kumpulan kolom Dari Kolom ke Kolom). Cerpen-cerpen dalam kedua buku ini sangat realis, Pak Misbach menjadi dirinya sendiri--mungkin idenya berasal dari pengalaman beliau sendiri selama bergaul dengan para Seniman Senen selama ngekos di bilangan Galur. Sama seperti ketika saya memamah novel Matahari Jakarta, kedua buku ini memaksa saya untuk membayang-bayangkan situasi Pasar Senen pada era 50-an. Siapa sangka, saat itu Pasar Senen telah menunjukkan "kelasnya" sebagai tempat nongkrong para Seniman seperti Taman Ismail Marzuki (TIM) saat ini. Nama-nama seperti Soekarno M Noor, Delsy alias Dalasi Syamsuar, Dahlan Arpandi, Ajip Rosidi, dll muncul di sini dan meramaikan diskusi-diskusi nonformal di kedai tukang kue putu, teng bensin, sampai rumah makan "Merapi Ismail". Berbagai cerita mengalir enak dan ditulis dengan gaya humor hitam yang segar tapi nylekit. Setiap kali saya melewati Pasar Senen, saya terus mencoba membayangkan Pasar Senen pada zaman Pak Misbach dan para seniman Senen nongkrong di tempat-tempat tersebut di atas. Tapi, saya belum berhasil menemukan jejak-jejaknya. [caption id="" align="alignnone" width="300" caption="pasar senen"][/caption]