[caption id="attachment_159714" align="aligncenter" width="640" caption="Coffee tester internasional dan pemandu acara Coffee Story pada Kompas TV, Adi Taroepratjeka sedang mengoperasionalkan mesin espresso milik Win Ruhdi di Takengon Aceh Tengah."][/caption] Kopi adalah bahan baku minuman istimewa yang sedang ngetrend saat ini. Cafe dan warung kopi tumbuh bak jamur dimusim hujan. Para pelanggan dan peminat minuman berkafein itu terus bertambah dari hari ke hari seiring tumbuhnya sejumlah cafe. Para barista atau peracik kopi, kini menjadi sebuah profesi yang disegani. Sungguh besar keinginan para barista pemula untuk belajar meracik kopi dari barista top, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri. Mengikuti coffee course di pusat pelatihan barista tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Mengundang barista top berkunjung ke daerah, belum tentu mereka bersedia hadir. Tersebutlah Win Ruhdi, seorang petani Aceh Tengah yang mulai melangkah maju menjadi seorang barista dan coffee roaster. Dia yang sudah pernah mengikuti coffee course awal 2011 lalu merasa masih memiliki banyak kekurangan dalam meracik aneka minuman berbahan baku kopi. Sebagai barista pemula, dia sangat berkeinginan untuk menambah pengetahuan dibidang racik meracik kopi. Kepada saya di coffee corner-nya, Win Ruhdi selalu mengungkapkan keinginannya untuk melanjutkan kursus barista. Saya hanya bisa memberinya semangat, dengan harapan jika sudah terkumpul dana yang cukup, tentu cita-citanya bisa diwujudkan. Ketika sedang mendiskusikan hal itu, hari Jumat beberapa waktu yang lalu, tiba-tiba masuk lima orang pria dan satu wanita ke coffee corner milik Win Ruhdi. Salah seorang pria yang berkulit putih bersih, dengan kumis yang menyatu dengan jenggot melirik mesin espresso kecil milik Win Ruhdi. Dia memperkenalkan diri sebagai Adi Taroepratjeka dari Kompas TV. Dia minta izin untuk melihat mesin espresso itu, serta mencoba membuat sendiri secangkir espresso. Kami yang sedang menikmati secangkir espresso terkagum-kagum melihat Adi Taroepratjeka mengoperasionalkan mesin espresso itu. Kedua tangannya sangat terampil mengisi bubuk kopi dalam wadah pembuat espresso. Cara memegang dan mengelap cangkir terlihat sangat terlatih, benar-benar seperti seorang barista profesional. Tidak terdapat kesan canggung sedikitpun. Semua terheran-heran, siapa gerangan pria bernama Adi Taroepratjeka itu? Saya mencoba menikmati secangkir espresso hasil racikannya, wow...sungguh berbeda rasa dan aromanya dibanding buatan Win Ruhdi. Saya bertanya, apa sebenarnya pekerjaan yang bersangkutan. Adi Taroepratjeka menyebutkan bahwa dia adalah pemandu acara Coffee Story di Kompas TV. Saya baru ingat, dia itu salah seorang barista yang mengantongi lisensi coffee tester internasional. Bangganya bukan main karena bisa menikmati secangkir espresso hasil racikan seorang pemandu acara pada Kompas TV. Saya menanyakan, kenapa rasa espresso hasil racikannya lebih “nendang” dibandingkan yang diracik Win Ruhdi. Menurut Adi Taroepratjeka, selama ini Win Ruhdi menyetel mesin grinder (penggiling coffee roasted) pada level 3 sehingga bubuknya terlalu kasar. Seharusnya saat menggrinder kopi, disetel pada level 1 sehingga bubuknya lebih halus sedikit. Memang, bubuk yang lebih halus menyebabkan cairan kopi sedikit lambat turunnya, tetapi semua intisari kopi keluar. “Coba lihat, cairan espresso ini lebih kental dan aromanya sangat menonjol dan lama-lama rasa gula kopi terasa dilidah kita,” kata Adi Taroepratjeka. Benar sekali, espresso pahit yang tidak saya bubuhi gula, kok pada akhirnya terasa manis setelah dua kali hirup. Supaya lebih encer, Adi Taroepratjeka membubuhkan air panas dalam cangkir, kemudian dituangnya setengah gelas kecil espresso. Sekali lagi saya coba menghirup espresso yang sudah dicampur air panas itu, ternyata rasa espressonya tetap menonjol dan tidak berubah. Pengetahuan yang sangat berharga, kata saya kepada Win Ruhdi. [caption id="attachment_159781" align="alignleft" width="300" caption="Secangkir espresso bersama cemilan keripik nangka"]