Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Blind Cafe, Obsesi Sikdam Hasim Gayo

23 Maret 2017   01:04 Diperbarui: 23 Maret 2017   10:00 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sikdam Hasim Gayo (berkacamatan) menceritakan obsesinya membuka Blind Cafe di Jakarta (Foto: dokumen pribadi)

Dahulu bisa melihat tetapi tidak bisa merasakan

Kini tidak bisa melihat tetapi bisa merasakan

(Sikdam Hasim Gayo)

Masih ingat sosok Sikdam Hasim Gayo? Seorang penyandang disabilitas (tuna netra) berdarah Gayo yang lahir tanggal 5 Juli 1989 di Tapanuli Selatan. Sosok unik yang optimis, pejuang hak-hak disabilitas, berhasil bangkit dari keterbatasan menjadi sosok terkenal. Bukan hanya dikenal di Indonesia, dia juga berhasil meraih sejumlah penghargaan internasional.

Meski bukan seorang aktor, dia pernah membintangi film Bisa Apa dalam Gelap. Lalu atas penampilannya dalam film tersebut, dia diundang menjadi narasumber di Kick Andy Show Metro TV. Selain itu, dia juga ikut membintangi film Antara Australia dan Indonesia yang meraih penghargaan sebagai film terinspiratif versi Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Minggu lalu, lelaki bertubuh ramping yang menetap di Sawangan Regency Depok, mudik ke tanah leluhurnya di Dataran Tinggi Gayo. Kehadiranya ke negeri kopi itu, selain ingin melepas rindu bersama sanak keluarga, dia juga didaulat sebagai pembicara pada  sejumlah acara.

Disela-sela jadwalnya yang cukup padat, Sikdam menyempatkan diri berkunjung ke cafe Negeri Kopi di Jalan Al Muslim Nomor 7 Takengon. Kehadiran Sikdam ke cafe kecil itu  mengagetkan para pengopi yang sudah lebih dahulu berada disana. Pasalnya, wajah lelaki ini tidak asing lagi bagi para pemirsa televisi. Oleh karena itu, kilatan lampu blitz kamera tak terhindarkan untuk merekam kehadiran sosok inspiratif ini.

“Kalau memotret tuna netra harus diberitahu lebih dahulu, lalu dihitung 1, 2, 3. Kenapa? Supaya kami bisa mempersiapkan diri,” kritiknya kepada para pengambil foto tadi.

“Apa logikanya?” celetuk salah seorang pengunjung.

“Bayangkan kalau kami sedang ngupil, lalu dipotret. Hasilnya seperti apa....haha,” gurau Sikdam.

Disela-sela menikmati secangkir kopi arabika Gayo, Sikdam mengeritik beberapa cafe yang pernah didatanginya di tanah air. “Belum ramah penyandang disabilitas,” kata lelaki yang berprofesi sebagai guru bahasa Inggris di SMA Adria Pratama Mulia, Tiga Raksa Tangerang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun