Mohon tunggu...
Muhammad Orri
Muhammad Orri Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Rumah Sakit Gratis, Sekadar Utopis atau Realistis?

21 Februari 2018   11:13 Diperbarui: 21 Februari 2018   15:02 1388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: linkedin.com

Sudah 72 tahun berlalu semenjak Indonesia menyatakan proklamasi kemerdekaan. Sungguh memilukan untuk mengetahui bahwa masih banyak rakyatnya yang menganggap kesehatan hanyalah sebuah angan-angan. Sehat itu mahal. 

Sebuah pandangan yang tak jarang dijadikan sebuah stigma oleh masyarakat Indonesia. Ya, hal ini memang bukan tanpa alasan--- ibu yang harus berhutang untuk dapat mengoperasi buah hatinya atau keluarga melarat akibat kepala keluarga yang jatuh sakit memang bukan hal yang baru ataupun jarang di masyarakat. 

Bayangkan saja, jika seorang bapak mengalami gagal ginjal, kebutuhan hemodialisis setiap dua kali seminggu membutuhkan biaya sekitar 80 juta per tahun, belum ditambah biaya pengobatan lainnya. 

Bagaimana seorang petani berpenghasilan satu juta per bulan bisa mendapatkan pelayanan kesehatan semahal itu? Apakah kesehatan hanyalah hak bagi keluarga yang stabil dalam keuangan? Bagaimana dengan para petani dan pekerja lain yang berada di garis kemiskinan? Apakah penderitaan adalah sebuah keniscayaan?

Setelah bertahun-tahun berjuang untuk menjawab masalah kesehatan yang pelik, akhirnya pada tahun 2014 pemerintah merumuskan program JKN yang diselenggarakan oleh BPJS. Program JKN digadang-gadang sebagai manifestasi dari semangat mewujudkan sila kelima pancasila mengenai keadilan sosial bagi seluruh warga negara. 

Pemerintah pun menggembor-gemborkan target untuk menjamin pelayanan kesehatan untuk seluruh rakyatnya pada tahun 2019. Rakyat---sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam kedaulatan demokrasi---layakkah untuk menganggap program ini sebagai sebuah solusi?

JKN sendiri adalah bentuk jawaban dari pemerintah mengenai Universal Health Coverage yang diajukan WHO dan disetujui berbagai negara pada World Health Assembly di Jenewa pada tahun 2005. Elemen fundamental yang harus dipenuhi untuk mencapai target ini adalah akses kesehatan yang adekuat bagi setiap individu dalam koridor promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan paliatif serta memastikan proteksi setiap individu dari risiko finansial jika memilih untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Dengan perlindungan terhadap hampir 1.300 kelompok diagnosis, program JKN sudah berhasil memenuhi setengah dari kriteria pertama, sebuah bukti nyata perlindungan rakyat dari hampir seluruh penyakit yang ada. 

Namun bagaimana dengan cakupan seluruh warga negara? Sampai 1 Februari 2018, sudah tercatat 192.029.645 orang yang menjadi bagian dari program JKN dengan rincian 115.931.696 masyarakat miskin yang tergolong penerima bantuan iuran (PBI) dari pemerintah, 45.154.424 pekerja penerima upah (PPU), 25.925.818 pekerja bukan penerima upah (PBPU), dan 5.017.707 bukan pekerja. 

Sungguh angka yang layak menerima sebuah apresiasi mengingat program ini baru berjalan selama 4 tahun lamanya. Pemerintah pun menargetkan keikutsertaan seluruh warga negara pada tahun 2019, sebuah langkah berani yang patut dihargai.

Lalu bagaimana dengan kriteria perlindungan terhadap risiko finansial bagi siapa pun yang menerima pelayanan kesehatan? Program yang berbasis pada sistem asuransi ini serupa dengan konsep Bismarck yang bersifat imperatif sehingga mewajibkan keikutsertaan seluruh warga negara untuk membayar iuran dengan keuntungan berupa perlindungan dari kelompok diagnosis penyakit yang ada. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun