Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pentingnya Anies-Sandi Mengunjungi Ahok di Penjara

3 Juli 2017   13:09 Diperbarui: 14 Oktober 2017   05:32 833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Rivalry atau bahkan pertentangan politik tak semestinya  bermakna  pemutusan relasi sosial.  Setidaknya,  seperti itulah etika politik yang diajarkan para Bapak Bangsa (Founding Fathers) kita, Soekarno-Hatta dan kawan-kawan.

Contoh, Bung Hatta mundur sebagai Wapres tahun 1956 karena beda pandangan politik dengan Bung Karno, Presiden RI. Dia lalu menjadi pengritik Bung Karno sejak itu. Tapi, sesaat sebelum Bung Karno berpulang, Bung Hatta bersikeras menjenguknya, sebagai sahabat karib. Dia tidak memperdulikan  kemungkinan "kemarahan" dari Presiden Soeharto yang berkuasa waktu itu.

Contoh lain, Bung Karno memenjarakan sahabat dekatnya, Buya Hamka tahun 1964-1964. Sebabnya, pertentangan idiologi antara keduanya: Buya Hamka memperjuangkan negara berdasarkan Islam, sementara Bung Karno bersikukuh dengan Pancasila. Tapi saat Bung Karno meninggal pada 21 Juni 1970, atas pesannya sendiri semasa hidup, Buya Hamka sendirilah yang mengimami shalat jenazah Bung Karno.

Teladan  etika politik para Bapak Bangsa itu kini ada relevansinya untuk konteks perpolitikan Jakarta. Tak lain  karena saya melihat adanya gejala keterputusan relasi sosial pasca Pilkada DKI Jakarta. Khususnya keterputusan relasi sosial antara Anies-Sandi dan Ahok.   Padahal  Anies, saat debat Cagub/Cawagub DKI dulu, kerap merujuk para Bapak Bangsa untuk menekankan kerukunan antar pihak yang beda pandangan. "Tidak mengkotak-kotakkan," katanya.

Tidak mengkotak-kotakkan. Berarti tidak ada "kami" ataupun "mereka", tetapi "kita". Maka, ketika "Anies-Sandi" memenangi Pilkada Gubernur/Wagub DKI periode 2017-2022, yang menang adalah "kita". Secara sempit, "kita" di situ berarti Anies-Sandi dan Ahok-Jarot. Artinya, kekalahan Ahok-Jarot sejatinya  inheren pada kemenangan Anis-Sandi.

Jadi, perayaan kemenangan Anies-Sandi sejatinya juga introspeksi kekalahan Ahok-Jarot. Faktanya tidak begitu. Yang tampil ke ruang publik adalah perayaan.  Anies datang menemui  Ahok naik helikopter ke Balai Kota. Sandi mengundang Jarot mampir di restoran miliknya.  Mengapa mereka berempat tidak bertemu saja dan bicara kompak ke publik Jakarta?

Dominasi perayaan itu terbaca lebih jelas saat vonis bersalah menista agama Islam dijatuhkan hakim kepada Ahok, dan dia langsung masuk penjara. Tidak ada  empati yang tegas dari Anies-Sandi terhadap Ahok. Anies hanya bicara normatif bahwa setiap warga negara harus taat hukum. Sesuatu yang tidak perlu diucapkan karena Ahok dari awal sudah (dan sampai sekarang tetap) patuh hukum. Lalu Sandi hanya berharap Ahok tabah. Ini juga tak perlu, karena Ahok adalah teladan ketabahan Ahok.  

Boleh dikatakan, tidak ada tindakan empatik  untuk menunjukkan vonis penjara untuk Ahok itu adalah bagian tak terpisahkan dari kemenangan Anies-Sandi. Jelas karena mereka berkepentingan untuk menempatkannya sebagai dua hal yang terpisah tanpa kaitan sama sekali.

Walau senyatanya tidak begitu. Terpenjaranya Ahok adalah bagian dari kemenangan Anies-Sandi. Mereka  boleh saja mengingkarinya, tapi itulah faktanya. Dan memang  sudah terbukti,  mereka mengingkarinya.

Bukti pertama, adalah sikap "diam" Anies-Sandi" atas peristiwa "selamatan Ahok dipenjara" yang dipulikasi Timses Anies-Sandi ke ruang publik. Tidak ada kecaman dari Anies-Sandi sama sekali. Padahal Anies biasanya sangat sensitif melontarkan kecaman atau setidaknya kritik keras pada ucapan atau perbuatan yang tak etis. Hal seperti itu kerap dipertontonkan saat debat Cagub/Cawagub. Tidak adanya kecaman bermakna mereka melihat kenyataan Ahok masuk penjara sebagai fakta yang terpisah dari fakta kemenangan mereka dalam Pilkada DKI.

Bukti kedua, sampai hari ini,  belum ada berita  "Anies-Sandi mengunjungi Ahok di Penjara".  Jika mereka mengunjungi Ahok di penjara, maka hal itu bermakna mengakui fakta Ahok dipenjara berkait dengan fakta kemenangan mereka. Jika itu dilakukan, maka mereka akan menghadapi "kecaman" dari kelompok pendukung mereka. Khususnya dari kubu garis keras yang sedari awal menuntut Ahok dipenjarakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun