Dua malam yang lalu kami sedikit berkeliaran mencari makanan di warung tenda yang biasa mangkal di kompleks pasar modern. Bahan makanan di rumah kebetulan habis dan makanan cepat saji bukan pilihan utama bagi kami.Â
Malam itu komplek warung kaki lima terlihat sepi. Dari sepuluhan penjual kaki lima yang biasanya ada hanya tampak dua buah warung tenda saja, satu warung seafood satunya lagi mie Aceh.
Malam itu warung seafood menjadi persinggahan kami untuk melepas lapar. Setelah memesan makanan dan minuman serta menunggu datangnya pesanan kami pun berbincang-bincang dengan pemilik warung. "Warung-warung yang biasanya banyak pada ke mana Bu? Kok baru jam 7 malam sudah pada tutup", tanya saya pada ibu pemilik warung seafood.Â
"Mereka sudah pada mudik, pulang kampung karena jualan lagi sepi banget. Pada tidak kuat membayar karyawan. Kalau saya kebetulan tiga orang yang lagi kerja di sini adalah anak-anak saya sendiri jadi gak perlu bayaran dulu, tapi satu pekerja saya pulangin juga ke kampung", kata si Ibu yang mengaku berasal dari Brebes.
Menurut si Ibu, omsetnya turun hingga 1/10 dari kondisi normal. Bukan virus Corona yang ditakuti olehnya namun tidak bisa jualan atau jualannya benar-benar tidak laku. Mau mudik ke kampung, si Ibu tidak ada pekerjaan di sana sehingga dia beserta keluarga memilih bertahan di Bekasi ini dengan tetap berjualan.
Barangkali bagi kita karyawan perusahaan yang biasa menerima gaji bulanan kondisi saat ini tidak mempengaruhi pendapatan bulanan dan kerja pun bisa dilakukan dari rumah. Akan tetapi bagi para pekerja informal seperti pemilik-pemilik warung kaki lima kondisi ekonomi saat ini akibat pandemik Corona tentu sangat berat.Â
Mereka harus bersiasat untuk hidup di tengah kesulitan. Bagi yang tidak kuat maka pasti mereka akan memutuskan mudik atau pulang kampung.
Jadi kalau hari ini beban Jabodetabek akibat Corona menjadi berkurang karena migrasinya para pekerja informal ke kampung halaman masing-masing, tidak demikian halnya dengan Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, DIY, maupun provinsi lainnya. Mungkin para pekerja yang mudik tidak terjangkiti gejala Covid-19, namun bisa saja menjadi pembawa virus tersebut ke kampung masing-masing.Â
Bisa dibayangkan potensi permasalahan dan kesanggupan Pemprov maupun Pemda mendapat limpahan orang-orang yang baru datang dari Jabodetabek.Â
Kalau data jumlah pemudik yang banyak disampaikan di media massa baru tampak ribuan saja, maka data shahih bisa dengan melihat data VLR (Visitors Location Register) dari masing-masing operator telepon seluler yang semestinya bisa dibuka untuk umum.