Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Daripada KPK, Mending Bekukan DPR!

13 September 2017   11:01 Diperbarui: 13 September 2017   11:13 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Entah mengapa logika ini muncul di pikiran, warga di sekitar kehidupanku. Luapan itu, memang terkesan tidak rasional, dan lebih terasa bersifat emosional. Khususnya, selepas, seorang elit politik dari PDIP melontarkan keinginannya untuk membekukan KPK. Kita tidak bermaksud untuk menjelaskan mengenai gagasan pembekukan KPK itu, apakah gagasan itu masih bersifat perorangan, atau sudah melembaga ? apakah gagasan itu bersifat sistematis dan terencaa sejak dibentuknya pansus, atau bersifat sporados atau spontan semata ? apakah gagasan itu, hasrat nyata dari pansus, atau masuk kategori penumpang gelap dari pansus. Kita tidak banyak bicara wilayah itu.

Namun demikian, dibalik gagasan tersebut, ada pemikiran lain yang tumbuh kembang di masyarakat. Di sekitar penulis, malah memandang bahwa lebih DPR daripada KPK yang dibekukakan. Mengapa ? Ada beberapa argumentasi, yang digunakan warga untuk mendukung pembekuan DPR.

Pertama, elit politik, elit partai, cenderung membuat gaduh negara, baik gaduh di sekitar parlemen, kabinet, atau di masyarakat. Selain gagasannya ingin membekukakan KPK, elit politik lainnya pun, hobi membuat gaduh bangsa dan negara ini. 

Kedua dalam batasan tertentu, kinerja KPK lebih berpihak pada rakyat, dan menganggu kenyamanan elit politik busuk.Sementara, elit (lebih tepatnya oknum) DPR dianggap warga sebagai pelaku yang kerap merugikan rakyat dan mengunggah kegaduhan di tengah masyarakat.

Ketiga, selama ini, KPK terbaca sebagai penyelamat keuangan negara, sedangkan anggota DPR penghambur-hambur keuangan negara. termasuk didalamnya, hasratnya untuk mendapatkan fasilitas negara, gedung baru, dan jalan-jalan ke luar negeri.

Terakhir, ada sebuah hipotesis politik pembangunan yang perlu dicermati dengan seksama. KPK mewakili pemikiran, jika tidak ada korupsi, indonesia bakalan hidup sejaahtera, sedangkan DPR mewakiliki kelompok yang berpikiran jika demokratisasi berjalan dengan baik, kesejahteraan bisa didapat. 

sayangnya, untuk logika yang terakhir ini, pendekatan KPK jauh lebih realistis, dan bisa bergerak cepat. sedangkan hipotesis yang kedua itu, selain masih kabur, juga berjangka panjang, sehingga kurang menarik. Karena itu, tidak mengherankan, bila kemudian, masyarakat lebih simpati kepada KPK dibandingkan dengan DPR, dan lebih mendukung untuk membekukakan DPR daripada membekukakan KPK !

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun