Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perjalanan Lahir Batin Prolet; THR Kejutan!

20 Juni 2017   23:40 Diperbarui: 21 Juni 2017   00:04 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dua minggu lagi lebaran.  Hari bersuka cita bagi semua orang yang merayakan kemenangan.  Termasuk suka citanya mendapatkan hadiah tahunan berupa Tunjangan Hari Raya. 

Tidak terkecuali kantor tempat Prolet bekerja.  Semua orang sedang bergembira.  Hari ini pembayaran THR dilakukan.  Para staf di bagian keuangan sangat sibuk.  Tuan Puteri memerintahkan selain membagi THR seperti biasa, juga membagikan bingkisan lebaran dari perusahaan kepada semua pegawainya.

Prolet sudah membayangkan.  Pulang ke rumah simboknya.  Membawa oleh oleh batik dan kerajinan tangan Betawi.  Mata Prolet berkerjap kerjap.  Simboknya pasti sangat senang.

Mata Prolet teralihkan pada sosok Sahwat yang sedang duduk termangu di ruang pantry.  Tatapannya terlihat kosong.  Kepalanya menunduk menggapai lantai.  Prolet mengerutkan kening.  Tidak biasanya Sahwat seperti ini. 

Prolet mendekat.  Menepuk bahu Sahwat penuh simpati.  Ingin bertanya tapi takut pertanyaannya salah.  Dia tahu siapa Sahwat.  Bisa bisa satu kalimatnya akan berbalas seratus paragraf.

Sahwat menoleh sejenak kepada Prolet.  Lalu menunduk lagi.  Nah, kali ini Prolet baru yakin Sahwat sedang menghadapi sesuatu yang sangat berat.

--------

"Aku tidak bisa mudik tahun ini Prolet..." Sahwat membuka percakapan melihat Prolet masih duduk di sampingnya.

"Uang gaji dan THR habis untuk membayar hutang.  Sementara istriku dan anak anakku berkeras untuk mudik.  Apa yang harus aku lakukan?" tutup Sahwat sambil terus memandangi lantai di depannya.  Siapa tahu ada jawaban tiba tiba muncul dari lantai itu.

Prolet bangkit dari duduknya.  Menepuk bahu Sahwat sekali lagi tanpa berucap apa apa.

Sahwat tidak bereaksi.  Tetap terpekur seperti orang sedang berdzikir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun