Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pemulung Cahaya

6 Maret 2018   16:36 Diperbarui: 6 Maret 2018   16:49 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: zmieniamymiasto.pl

Namamu cukup aneh.  Wengi.  Menggambarkan seperti apa dirimu. Kau mentahbiskan dirimu sebagai penghuni kegelapan. Kau dilahirkan ketika lampu masih berupa pelita kecil yang dinamakan ublik. Di sebuah bilik sempit saat matahari belum terbit. Dokter persalinanmu tidak bertitel dokter,  tapi Paraji.  Seorang nenek dukun bayi yang selalu meludahkan cairan kemerahan dari susur yang tak pernah lepas dari mulutnya.

Kau berkulit gelap. Segelap keremangan malam. Rambutmu hitam. Bola matamu juga hitam. Kau benar-benar sesuai dengan namamu. Ayah ibumu awalnya terkaget begitu pertama kali kau meluncuri dunia dari rahim ibumu. Mereka sempat termangu. Benarkah ini darah dagingku?

Ayahmu seorang nelayan yang gagah. Berkulit sawo matang dengan dagu mengeras seperti batu karang.  Ibumu berkulit putih.  Seputih susu yang telah dikentalkan.  Tak heran mereka terheran-heran. Dari genetik mana kau diturunkan.

------

Kau cukup merepotkan ibumu waktu masih menyusu. Tengah malam kau selalu bangun dan menjerit-jerit kehausan.  Selalu begitu.  Sampai-sampai ibumu kewalahan dan menjadi sekurus tiang jemuran. Ayahmu juga kelabakan. Terpaksalah dia banting tulang dua kali lipat agar bisa membelikanmu susu kaleng.  Supaya ibumu tidak terlalu menderita. Tentu saja.

Memasuki usia kanak-kanak. Saat kau rajin merangkak. Tidak ada satu haripun kau berdiam. Semua barang kau buat berantakan. Gelas kaca, piring kaca, vas bunga kaca, semuanya kau buat hancur bergiliran. Ayahmu bekerja empat kali lipat agar masih ada piring untuk makan, gelas untuk minum dan vas pun terpaksa diganti dengan tanah liat.  Benda yang sebenarnya ayah ibumu tidak suka.  Mereka sangat menyukai kaca.

Di masa remaja. Kau tergila-gila bermain bola. Berangkat sekolah sebentar, lalu bersama teman-temanmu menuju sawah yang belum diairi. Lebih sering beradu kaki dan kepalan daripada menceploskan bola ke dalam gawang.  Alhasil, kau pulang ke rumah dalam kondisi hitam dan biru lebam.

Di rumah, kau melihat ayah ibumu duduk di beranda yang cukup nyaman dan terlibat perbincangan yang tidak nyaman bersama guru wali kelasmu.  Sudah berkali-kali kau melewatkan pelajaran.  Begitu lapor gurumu sembari melirik sebentar ke arahmu yang masuk rumah dengan terpincang-pincang.  Kau sempatkan menengok raut wajah kedua orang tuamu tersiram mendung.  Murung.  Kau dikeluarkan dari sekolah.

------

Begitu dewasa.  Kau meminta dikawinkan dengan gadis ujung desa.  Orang tuamu yang terus menua mau tak mau berkata iya.  Gadis itu sudah berbadan dua.

Pernikahanmu hanya seumur kecomang.  Begitu anakmu dilahirkan kau langsung memutuskan pergi ke kota setelah mengantongi surat perceraian.  Kau tak mau urus anakmu karena akhirnya kau tahu ternyata itu anak lelaki lain yang lebih dulu meniduri gadismu dulu.  Kau sangat yakin sebab dukun di kampungmu menyebut kau mandul dan kelelakianmu tak berguna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun