Mohon tunggu...
Mery Indriana
Mery Indriana Mohon Tunggu... Administrasi - swasta

penyuka senja

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Menolak Politisasi Jihad

28 Juli 2017   01:15 Diperbarui: 28 Juli 2017   01:19 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Damai dalam Kebhinekaan - hanurasumut.org

Indonesian Jihad (Jihad-nya orang Indonesia) adalah judul yang digunakan oleh harian terkemuka Inggris, The Guardian, untuk menggambarkan gelombang sekelompok orang Indonesia yang bersedia berangkat ke Afghanistan untuk membela sesama muslim dalam perang menghadapi tentara Amerika Serikat.

Artikel itu dimuat pada 27 September 2001, dua pekan setelah insiden penabrakan pesawat ke gedung World Trade Centre dan Pentagon di New York, Amerika Serikat. Peristiwa yang selanjutnya dikenal dengan nama 9/11 itu kemudian bergerak seakan menggulirkan bola panas dalam sentimen negara-negara dengan mayoritas Muslim. Dan kata jihad, adalah istilah yang menjadi tren dalam situasi ini.

Untuk apa harus mengungkit nukilan sejarah ini? Ini menjadi penting karena pada akhirnya, kita seakan-akan tidak lagi punya pegangan tentang apa yang disebut dengan makna jihad itu sendiri. Bahwa kata jihadyang keluar dari mulut masyarakat dan, tentunya, lewat media massa, pada hari ini, ternyata sangat terpengaruh dengan situasi politik.

Jihad di tahun 2001, adalah jihad politik internasional di mana pada saat itu nyaris masyarakat di seluruh dunia mengecam Presiden George Walker Bush dengan kebijakan mengirimkan tentara ke Afghanistan untuk mencari Osama Bin Laden. Perang itu seakan-akan dianggap sebagai "perang agama" sebagaimana "perang salib."

Ketika Bush sudah tidak lagi menjadi presiden, dan bahkan suksesornya, Barack Obama, turun takhta dengan pengganti kontroversial bernama Donald Trump, pengertian perang agama dalam politik internasional itu telah "dipelintir" untuk kepentingan politik lokal. Jihad, kini justru dilokalisir untuk memerangi umat non-muslim sesama kulit coklat.

Persoalannya, pelintiran ini jauh lebih mengerikan karena konfliknya terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang tampak di depan mata. Pertarungan politik lokal, telah menggunakan kata jihad untuk membangun sentimen keIslaman yang tidak lagi pada tempatnya. 

Pemimpin Pondok Pesantren Al Fatah, Cileungsi, Bogor, KH Yaskhallah Mansur, menyebut ada 41 kali penyebutan kata jihad di dalam Al Quran. Dan tak semua penyebutan itu ditempatkan dalam konteks perang secara fisik.

Sebagai contoh, Yaskhallah mengisahkan sebuah riwayat dari Ath Thabrani dengan rijal shahih dari Kaab Bin Ujrah tentang kekaguman para sahabat Nabi Muhammad SAW ketika melihat seorang lelaki yang lewat di depannya dengan ketangkasan dan kekuatan yang luar biasa. Para sahabat berkata: "Alangkah baiknya kalau orang ini berperang di jalan Allah."

Maka Nabi Muhammad bersabda, "Jika ia bekerja untuk anak-anaknya yang masih kecil, maka dia di jalan Allah, dan jika dia bekerja untuk kedua orang tuanya yang telah lanjut usia maka dia di jalan Allah, dan jika dia bekerja untuk dirinya agar terpelihara kehormatannya maka dia di jalan Allah, dan jika dia bekerja karena pamer dan bermegah diri maka dia di jalan sesat."

Dengan pengertian ini, jihad pada dasarnya digunakan untuk jalan kebaikan. Tidak untuk memecah-belah, dan melimbahi kesucian jihad dengan politik yang membuat kita saling membenci di atas negara kesatuan yang berlandaskan masyarakat nan beragam ini.

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun