Mohon tunggu...
Meilanie Buitenzorgy
Meilanie Buitenzorgy Mohon Tunggu... Dosen - Mantan kandidat PhD, University of Sydney, Australia

Mantan kandidat PhD, University of Sydney, Australia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Usul untuk Bapak Jokowi: Solusi Masalah Politisasi Agama

28 Februari 2017   08:59 Diperbarui: 28 Februari 2017   18:00 2627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Assalamu‘alaikum Wr.Wb.,

Bapak Presiden Joko Widodo yang kami hormati,

Masalah politisasi agama dalam rangkaian perhelatan pilkada DKI Jakarta telah membuat umat Islam Indonesia terpolarisasi makin tajam dari hari ke hari. Polarisasi diperparah oleh sikap sebagian umat yang anti terhadap perbedaan penafsiran lalu menghujat sebagian umat Islam lain yang berbeda pendapat. Bahkan yang mulai viral, ancaman dari masjid yang menolak menshalati jenazah pendukung salah satu kandidat gubernur Jakarta. Jika hal ini terus dibiarkan, akan sangat berbahaya bagi masa depan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. 

Jika pilkada diibaratkan lomba makan kerupuk, umat Islam Indonesia ibarat peserta lomba yang badannya paling besar sekaligus paling licik karena boleh seenaknya mengubah-ubah aturan lomba. . Dalam konteks Pilkada DKI, umat Islam dilarang memilih pemimpin non-muslim. Namun dalam konteks pilkada Kalimantan Barat dan banyak daerah lainnya di Indonesia, umat Islam justru dikerahkan untuk memenangkan cagub dan cawagub non-muslim bahkan di daerah mayoritas muslim sekalipun.

Ulama, ormas Islam, parpol Islam dan umat Islam di Indonesia secara keseluruhan adalah satu kesatuan. Jika sebagian ormas Islam di Jakarta mengharamkan pemimpin non-muslim, tapi parpol-parpol Islam di Kalbar justru memenangkan pemimpin non-muslim, maka seluruh umat Islam Indonesia-lah yang mendapat cap sebagai umat munafik, plin-plan, licik dan bodoh dari umat agama lain di Indonesia maupun seluruh dunia. Mau sampai kapan kita dibodohi dan diperalat oleh para penjual ayat, yang menggunakan ayat-ayat Al Quran semau-maunya demi kekuasaan?

Izinkan kami, kelompok intelektual muslim moderat Indonesia yang tersebar di Indonesia, Australia dan berbagai pelosok dunia menyampaikan sebuah usulan kepada Bapak Presiden. 

Perlu kiranya pemerintah, melalui kementerian agama, untuk segera mengadakan Dialog Nasional dengan mengundang parpol-parpol dan ormas-ormas Islam serta para ulama Indonesia dari berbagai ideology. Untuk dialog tersebut, pemerintah harus mendatangkan para ulama dan penyelenggara negara dari negara-negara Muslim demokratis yang menggunakan Bahasa Arab sebagai bahasa utama negaranya.

Kita perlu mendapatkan pencerahan dari Grand Mufti Al Azhar dan ulama-ulama besar kelas dunia lainnya, bagaimana penafsiran dan pengejawantahan ayat-ayat Al Quran terkait pemilihan pemimpin non-muslim dalam konteks Trias Politika di negara Muslim demokratis yang menggunakan Bahasa Quran itu sendiri.

Dari hasil dialog nasional ini, mari kita putuskan "Mau kemana umat Islam Indonesia"? Dalam konteks kepemimpinan non-muslim, kita mau pilih tafsir tunggal atau mengakui multi-tafsir?

Jika kita berkeras pada tafsir tunggal yaitu pemimpin non-muslim haram, maka tidak boleh ada satu pun partai Islam yang mengusung pemimpin non-muslim di seluruh daerah di Indonesia, apa pun alasannya. Bukankah klausul mayoritas-minoritas tidak tercantum dalam Al Maidah 51 dan ayat-ayat sejenisnya? Jika ada parpol Islam yang nekad mengusung calon pemimpin non-muslim, sudah seharusnya tiga ormas Islam terbesar yaitu NU, Muhammadiyah dan MUI mengeluarkan fatwa bahwa parpol tersebut tidak lagi berhak meng-klaim diri sebagai parpol Islam. 

Sebaliknya, jika kita mengakui adanya multi-tafsir, maka konsekuensinya tidak boleh lagi ada kampanye terbuka di ruang-ruang publik yang melarang umat Islam memilih calon pemimpin non-muslim. Konsekuensi ini harus diartikulasikan dalam bentuk peraturan yang menetapkan ancaman diskualifikasi bagi para politisi yang menggunakan isu SARA termasuk agama untuk mempengaruhi pemilih di masa kampanye pilkada/pemilu, baik dilakukan secara langsung atau melalui para pemuka agama. Aturan ini berlaku untuk semua agama, tidak hanya untuk umat Islam. Aturan sejenis ini baru-baru ini diberlakukan di India.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun