Mohon tunggu...
Mawalu
Mawalu Mohon Tunggu... Swasta -

Mawalu

Selanjutnya

Tutup

Politik

Buntut Kisruh Ahok dan Surat Al Maidah, Papua Minta Merdeka

16 Oktober 2016   01:42 Diperbarui: 18 Oktober 2016   10:02 144556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gubernur Papua Lukas Enembe: Kalau Non Muslim tidak boleh jadi Gubernur DKI atau Presiden Indonesia maka biarkan Papua Melanesia Merdeka. Beliau mengkritik politisi kekinian yang menjual ayat agama untuk kepentingan kekuasaan. Makan hasil alam nusantara ini bukan hasil dari ARAB atau Timur Tengah, nanti Utang negara suru Timur tengah yang lunasin, mereka tiap hari hanya urus perang saudara, indonesia juga mau nyusul timur tengah. #Idiot (okterus.com)

Akibat ulah seorang Buni Yani yang mengedit sepotong-sepotong video Ahok, cut and paste bagian-bagian tertentu sehingga bangsa ini jadi gaduh karena menimbulkan murka umat Muslim membuat masyarakat Papua menjadi geram dan tersinggung karena Ahok dizolimi sedemikian rupa dengan dalil senjata agama. Ulah Buni Yani ini persis dengan ulah haters Ahok sebelumnya yang pernah cut and paste bagian-bagian tertentu dalam video Pemprov DKI terkait percakapan Ahok dan Tomy Winata sehingga terkesan seolah-olah Ahok dan Tomy Winata sedang melakukan konspirasi jahat untuk mengeruk keuntungan dengan cara yang haram jaddah. Namun editan videonya Ahok dan Tomy Winata itu gagal heboh, dan kali ini mereka (Baca: Buni Yani sebagai pendukung Anies Baswedan-Sandiaga Uno) berhasil bikin heboh negeri ini dengan ulah usilnya melakukan tindak pidana pencemaran nama baik serta perbuatan tidak menyenangkan terhadap pejabat negara dengan melakukan cut and paste bagian-bagian tertentu dalam videonya Pemprov DKI yang meliput kegiatan Ahok di Kepulauan Seribu. Ulah Buni Yani ini sama halnya demgan menyiram bensin ke arang yang masih ada bara apinya. Akibat ulah usilnya si Buni Yani itu potensi disintegrasi bangsa bisa saja terjadi setiap saat. Seharusnya orang ini ditangkap oleh aparat Kepolisian dan dijebloskan ke penjara karena telah melakukan tindak pidana pencemaran nama baik, perbuatan tidak menyenangkan, serta pelanggaran terhadap UU ITE yang berlaku secara sahih di negeri ini. Perbuatan-perbuatan pendzoliman terhadap Ahok selama ini oleh segelintir oknum picik membuat Papua yang selama ini sudah adem mulai memanas lagi. Mereka tidak terima jika Ahok dijegal sedemikian rupa agar tidak boleh menjadi pemimpin di negeri ini, baik itu menjadi Kepala Daerah maupun Kepala Negara hanya karena agamanya yang non Muslim. Semua warga negara Indonesia memiliki hak yang absolut dipilih dan memilih dengan landasan Demokrasi dan nilai-nilai luhur Pancasila karena kekuasaan yang seutuhnya ada ditangan rakyat. Pernyataan Gubernur Papua Lukas Enembe cukup keras menyikapi hal itu, sebagaimana diberitakan disini. “Kalau Non Muslim tidak boleh jadi Gubernur DKI atau Presiden Indonesia maka biarkan Papua Melanesia Merdeka. Beliau mengkritik politisi kekinian yang menjual ayat agama untuk kepentingan kekuasaan. Makan hasil alam nusantara ini bukan hasil dari ARAB atau Timur Tengah, nanti Utang negara suru Timur tengah yang lunasin, mereka tiap hari hanya urus perang saudara, indonesia juga mau nyusul timur tengah. #Idiot" Tentu saja ini pernyataan yang membahayakan sistem demokrasi dan keutuhan NKRI. Jika ada gesekan dengan umat Hindu, maka Bali juga minta merdeka. Mau jadi apa bangsa ini? Bisa hancur NKRI ini. Kebenaran itu nyata. Jangan hanya karena seorang Ahok, lalu potensi perpecahan bangsa menganga didepan mata. Merah putih masih berkibar di tanah Papua karena spirit dan jiwa nasionalisme masih berkobar disana. Himbauan Kapolri Tito Karnavian agar hindari SARA dalam Pilkada DKI ini ternyata ada benarnya juga. Sekarang Gubernur Papua sudah bersuara keras, nanti kepala daerah yang lainnya, Batak, Ambon, Manado, Toraja, NTT pun menyusul minta berpisah dari Indonesia kalau masih ada orang-orang si Buni Yani itu dengan pola berpikir yang licik menyulut kegaduhan politik melalui masalah agama. Dalam ruang moral tertentu, mengagamakan politik adalah kegiatan supra-infra struktur politik yang ekstrim dalam pertarungan politik, dalam artian yang lebih radikal adalah sebuah arena pertarungan yang menjijikkan dan immoral dengan mereduksi eksistensi kegiatan politik praktis. Keyakinan tiap orang merupakan hal yang mendasar, moralis dan etis. Sekularisasi agama dalam politik adalah suatu kemustahilan. Sudahlah, masyarakat Papua jangan ikut termakan hasutan, kita semua harus bersatu, torang samua basudara. Kita semua punya andil dalam membangun negeri ini. Indonesia merdeka bukan hanya diperjuangkan oleh kaum Muslim. Pattimura yang non muslim pun juga berjuang dengan darah dan airmata melawan Belanda sampai titik darah penghabisan demi NKRI. Semua punya andil. Mari kembalikan rasa persatuan bangsa dengan semangat perjuangan menuju bangsa yang adil, makmur, dan sejahtera. Jangan ada lagi embrio dan bibit-bibit perpecahan bangsa hanya karena seorang Ahok. Dari Aceh sampai Papua, kita adalah satu warna, yaitu satu nusa, satu bangsa, satu bahasa, sama halnya seperti TUHAN yang cinta segala bangsa. NKRI harga mati.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun