Mohon tunggu...
masrierie
masrierie Mohon Tunggu... Freelancer - sekedar berbagi cerita

menulis dalam ruang dan waktu, - IG@sriita1997 - https://berbagigagasan.blogspot.com, - YouTube @massrieNostalgiaDanLainnya (mas srie)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendampingan Hari Pertama Sekolah, Melindungi Anak dari Phobia

18 Juli 2016   17:11 Diperbarui: 18 Juli 2016   18:15 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Phobia sekolah, karena  tak ada yang mengantar.

Pelajaran dari masa silam, sangat berarti untuk memastikan diri mengantar anak sekolah di hari pertama mengenal sekolah. Kesibukan apapun harus kutinggalkan. Ada pengalaman tak nyaman dari masa kecilku sendiri.

Pertama masuk sekolah, di TK Prof Drg Mustofo di jalan Ir H Juanda Bandung. Ternyata membuatku phobia sekolah. Karena yang mengantar adalah pembantu rumah tangga yang agak judes dan ogah-ogahan. Maklum ibu bapakku bekerja.

Pembantu ibuku lalu meninggalkanku duduk sendirian di sebuah kursi. Aku ditertawakan ketika masih saja duduk saat lonceng berbunyi. Mereka semua berbaris. Seorang guru akhirnya meraih tanganku dan membariskan aku dalam upacara.

Aku gemetaran melihat banyaknya anak kecil dan ibu guru. Mereka sudah beberapa bulan mengawali sekolah, aku terlambat beberapa bulan, jadi kalah start penyesuaian diri dan saling mengenal. Seorang anak kecil lelaki menghampiriku dan langsung meninjuku tanpa sebab saat tengah berbaris. Aku diam menahan tangis.

Di dalam kelas aku merasa paling kesepian. Karena meski murid baru yang terlambat daftar sekolah TK, tak ada yang menemani atau mengantarku. Sementara tman-teman lainnya ada ibu atau nenek dan pengasuh yang menunggu di luar.

Saat jam istirahat aku keluar kelas dan menyendiri di kursi yang sama. Pembantu ibuku tak pernah menyiapkan bekal makanan apapun. Jadi ketika teman-teman makan roti dan kue serta minum, aku cuma menelan liur dan memandangi. Sejumlah anak menertawakanku.

Saat jam pulang sekolah,smeua teman ada yang menjemput. Sementara aku sampai gedung sekolah sepi masih saja duduk di kursi tunggu yang sama. Sampai ibu guru menghampiriku. Pembantu ibuku sekali lagi dengan ogah-ogahan terlambat menjemputku. Pulangnya jalan kaki dari jalan Dago Bandung sampai jalan Ciumbuleuit bawah . Sekali-kali ia marah karena aku suka minta istirahat jongkok di perjalanan.

Pengalaman tidak enak selanjutnya, saat pindah rumah adalah sekolah di TK Citarum. Sekarang sudah menjadi SMAN 20. Ibu  dan ayah yang bekerja memercayakan  pembantu untuk mengantar sekolah. Juga sebagai murid baru kalah start saling kenal dan menyesuaikan diri dengan  yang lain. Mereka sudah saling kenal, kehadiranku  kerap mendapat penolakan. Asisten rumah tangga ibuku seperti biasa bergegas meninggalkanku  karena ingin segera kembali bekerja di rumah.

Ini adalah perjuangan yang tidak gampang. Akibatnya aku jadi phobia sekolah. Dan akhirnya mogok sekolah TK.

Namun lagi-lagi aku harus pindah sekolah karena kami pindah ke Malaysia. Di sebuah kota akhirnya aku ‘terpaksa’ sekolah karena usia sudah 7 tahun. Seperti biasa hari pertama  ayah hanya mengantar sampai gerbang Sekolah Larkin 2 . Karena ayah juga harus bergegas mengajar di sekolah Sultan Ismail. Hari ke dua aku sudah menumpang bis sekolah. Aduhai sedihnya, dan merasa beda sendiri,karena hampir semua anak ada orang tua yang mengantar .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun