Mohon tunggu...
Stefanus Joko
Stefanus Joko Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - manusia kecil yang tiadapun dunia tetap baik-baik saja.

Kawulo alit pencela bangsa sendiri tanpa memberi solusi. Pengagum Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pahlawan Tanpa Tanda Jasa Itu Pembodohan

26 November 2010   13:21 Diperbarui: 17 Juli 2024   07:39 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Di Indonesia Hari Guru  dirayakan setiap tahun. Sebagai  salah satu profesi andalan republik ini bahkan dunia,  guru ditempatkan sebagi figur pendidik calon-calon pemimpin atau malah calon pendidik juga. Guru menjadi ujung tombak terciptanya pemikir-pemikir  handal dan sekaligus eksekutor peradaban. Dengan demikian guru dituntut untuk mampu beradaptasi dengan perkembangan jaman sekaligus tidak meninggalkan mental rendah hati tetapi bersedia berbagi.

Di desa-desa tertinggal atau pelosok atau pinggiran profesi guru adalah profesi yang sangat terhormat. Bahkan setara dengan para pembesar-pembesar desa, seperti lurah, kepala dusun dll. Penghormatan yang lebih dari masyarakat kebanyakan selalu saja di berikan kepada seseorang yang berprofesi guru. Dimata dan hati mereka, guru adalah sosok sumber dari berbagai ilmu kehidupan baik mental maupun spiritual, jiwa dan juga raga. Menjadi guru berarti menempatkan diri pada strata sosial yang terhormat.

Di desa-desa yang sudah mulai bernuansa kota. Guru sebagai masyarakat sosial dilihat sebagai sebuah profesi yang biasa-biasa saja. Daya tawar sosial pun tidak jauh beda dengan profesi profesi yang lain. Dengan penghasilan yang mungkin pas-pasan pun masih memiliki “kawan”. Karena biasanya guru yang merasa berpenghasilan pas-pasan mereka masih dengan ikhlas untuk bekerja di sawah atau ngojek. Untuk guru yang tidak mau bekerja di lapangan panas dan kotor masih bisa “nyambi” jualan pulsa atau toko kelontong. Namun semua itu tidak melunturkan opini masyarakat bahwa guru memang pencipta orang-orang hebat.

Guru dalam perspektif modern adalah bagian dari terciptanya sebuah system sendi-sendi kehidupan.  Bebagai isu sosial, politik, hukum dan budaya tidak sedikit yang memjadikan profesi guru sebagai subyek sekaligus obyek.  Secara tidak langsung guru telah di jadikan barometer akan metabolisme kehidupan. 

Berbagai program dan kegiatan pun tidak sedikit yang berpihak pada profesi satu ini. Untuk mendapat pengakuan yang lebih dari lembaga atau kelompok apapun. Padahal tanpa itupun profesi guru tidak akan kehilangan pamornya sebagai pendidik atau pencipta generasi selanjutnya. Bahkan apapun yang dilakukan (oknum) guru tidak atau belum mampu merontokan  citra profesi guru ini.

Dengan profesi guru adalah salah satu jalan pintas untuk menempati posisi sosial lebih tinggi. Dengan profesi guru adalah salah satu alasan untuk bisa melakukan sesuatu yang lebih. Dengan profesi guru kita akan bisa bertepuk dada aku adalah pendidik, pencipta calon generasi kehidupan selanjutnya.

Namun begitu instropeksi guru masih belum menjamah sendi kehidupan itu sendiri. Kebangaan mendidik dan mencipta calon penerus peradaban tidak diikuti dengan kerendahan hati untuk mengakui bahwa guru telah gagal ikut membangun Indonesia. Pemikir yang terdidik dari guru eksekutor peradaban yang tercipta oleh guru ternyata tidak mampu menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang disegani. Bangsa ini masih saja pontang panting terseok berjalan menembus batas untuk bisa menjadikan bangsa ini ber “tarif” di mata dunia.

TKI yang hanya dibayar murah, Politikus busuk yang hanya mementingkan kelompoknya, Tentara yang merinding ketakutan melihat pasukan pasukan negara tetangga, pejabat korup, pemimpin negara yang loyo menghadapi ancaman negara lain. Pengangguran, lapangan pekerjaan, gelandangan, kemiskinan dan lain lain haruslah menjadi kaca nurani korps guru. Bahwa penghargaan masyarakat belum di hargai oleh guru sendiri. Sementara mayarakat telah menyetujui kenaikan gaji, adanya sertifikasi, penghormatan sosial, pesta setiap tahun dalam bentuk upacara. 

Memang profesi ini sungguh sangat layak mendapat penghargaan tetapi Pahlawan Tanpa tanda Jasa adalah pembodohan. 

Mungkin lebih kepada ingin di hargai lebih dan lebih lagi.

“Ini lho saya tidak mendapat penghargaan padahal sudah bla bla bla bla bla!!!”

 



Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun