Politik mahar yang saya akan jelaskan di sini bukan mahar antara partai dengan calon presiden ataupun calon legislatif. Mahar yang saya maksudkan di sini adalah antara partai politik, capres, dan masyarakat. Maksudnya, juah-jauh hari rakyat sudah diberikan uang mahar agar memilih parti politik atau caleg.
Pada kisah ini juga nama Partai yang sebenarnya saya samarkan dengan nama "Si Nganu". Tidak etis jika saya sebutkan nama partainya. Walapun dalam menurut penuturan cerita asli, nama partai itu terpampang jelas. Di rumah saya malahan dibuatkan kalender dengan Simbol Partai dan Nama Calegnya.
Ternyata mahar Si Nganu (Partai Politik dan kadernya) memang benar-benar ada. Hal ini iseng-iseng pernah saya tanyakan pada orang tua saya. Untuk meyakinkan kemudian saya mencari informasi yang lain yaitu dari tetangga. Seperti ini kurang lebih ceritanya:**
"Pak, nanti mau pilih siapa pas pemilu....?" Sambil menyeruput teh Pecut hangat. Saya bertanya pada bapak.
"Pilih si Partai si Nganu to Le..." Bapak menjawab dengan logat jawa yang khas. Tidak lupa juga menyesap teh hangat. Kebiasan kami di Gunugkidul minum teh tanpa gula. Jadi aman walaupun harga gula putih mahal.
"Partai Nganu Pak? Terus caleg atau presidennya siapa...?" Saya terus berusaha mencari jawaban. Layaknya seorang jurnalis senior Harian Kompas. Sedang mengorek-orek keterangan tokoh penting.
"Bapak dan warga di sini pilih di Pak Nganu..." Bapak menjawab dengan senyum.
"Kok milih partai Nganu dan calonya si Nganu Pak...?" Saya terus berusaha mengoreksi informasi. Teh yang saya minum semakin terasa pahit. Tetapi tambah nikmat. Kata pejabat jika gula mahal tidak usah pakai gula saja. Rakyat harus belajar hemat.
"Karena Nganu sudah kasih duit ke warga. Itu yang bangun jembatan. Yang bangun jalan. Semua perbaikan jalan itu si Nganu yang nyumbang.." Pak menjawab dengan tidak merasa berdosa. Padahal, si Nganu sedang membeli suara mereka.
Jawaban itu saya cek kepada beberapa tetangga. Jawabanya memang benar adanya. Partai Nganu dan caleg Nganu sudah memberikan mahar berupa pembangunan jembatan dan lain-lain.
Saya cek juga di jalan-jalan kampung. Di sana memang sudah ada jalan yang rapi. Dengan hasil seperti itu, saya kembali mengelus dada.