Mohon tunggu...
Maruntung Sihombing
Maruntung Sihombing Mohon Tunggu... -

Berpikir kritis dan menjunjung tinggi nilai-nilai pancasila

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menggugah Sensitifitas Mahasiswa Kekinian?

15 Maret 2012   15:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:00 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tak satupun orang membantah kalau dunia kampus diplot menjadi tempat dan sarana untuk melahirkan manusia-manusia yang kelak menjadi orang-orang berintelektual, berintegritas, dan punya karakter unggul. Namun sangat disayangkan ketika dunia kampus malah beralih fungsi menjadi tempat-tempat praktek peretak keadilan dan pengabur hakikat pendidikan itu sendiri. Pendidikan itu seyogianya tempat mencari orang-orang terdidik, orang-orang jujur, orang-orang yang tangguh dan unggul baik secara pengetahuan maupun hati nurani. Ironis malah disisi lain kita asyik dipertontonkan dengan praktek-praktek gak benar. Tak pelak, ini menjadi santapan kita sepanjang harinya. Pertanyaan, sampai kapan kita membiarkan masalah yang demikian? Diamkah, atau malah menerima kenyataan apa adanya. Hemat pendapat saya bahwa pendidikan kampus saat ini telah menjelma menjadi dunia gelap yang berubah menjadi pemasung keidealisan, peredam kebenaran dan pemangsa kejujuran mahasiswa.

Kita sebut saja, buka diktat yang dikonotasikan negatif menjadi diktator (jual diktat, beli motor). Kalau kita boleh berkata jujur dan mengkalkulasikan dengan matematika sederhananya apakah betul buku diktat yang dibagikan dosen sebanding dengan harga yang sebenarnya. Belum lagi ada beberapa buku diktat hanya plagiatan dari beberapa kepustakaan buku yang sudah ada sebelumnya. Kemudian dijilid menjadi satu buku dan dibadrol dengan harga yang membungbung tinggi. Luarbiasa, bukan? Kita menyadari bahwa kampus tentu bukan “pajak” yang mempersoalkan untung dan rugi atau bank atau kantor perpajakan dimana uang berada, tetapi tempat dimana kita sama-sama memahami hakikat pendidikan yang sebenarnya. Masalah yang kedua adalah otonomi dosen yang sering merugikan mahasiswa. Otonomi artinya berdiri sendiri. Dalam hal ini, dosen sering memaksakan kehendak “semau gue”, tanpa memandang dan melihat si mahasiswanya menerima atau tidak materi pelajaran yang diberikan.

Hak pregoratif dosen ini bahkan tak dapat ditembus oleh siapapun walaupun pada faktanya dia benar-benar melukai hak si mahasiswa. Nah, disini tentu masih ada egosentrisme yang masih melilit dan menggunung dalam diri setiap dosen. Zona nyaman dengan model “semau gue” yang diterapkan dosen semata-mata hanya mencari keuntungan semata-mata. Problema yang ketiga adalah tentu menjurus pada mahasiswa yang berada ditingkat akhir. Dimulai dari kegiatan seminar proposal, sidang dan meja hijau yang kerap kali dipungut oleh biaya-biaya yang tak jelas arah dan tujuannya. Tentu kita akan bersedia memenuhi pungutan berapapun itu asal jelas tranparansinya kemana. Nah, melihat masalah ini sejauh mana kita menyikapi sebagai mahasiswa yang katanya kaum intelektual dan kaum terdidik? Apakah kita akan tetap dikerangkeng dengan praktek miring demikian atau malah mengubur marwah kita sebagai mahasiswa yang berfungsi sebagai agent of change? Kita yakin, intervensi yang berujung kepada nilai akademik dan mempersulit si mahasiswa dalam segi administrasi tidak menyurutkan langkah dan idealisme kita sebagai mahasiwa. Tuhan memberkati mahasiswa tingkat awal dan akhir. Salam perjuangan!

“Diam Ditindas, Bangkit Melawan”

“Orang yang tidak tahu hak dan kewajibannya, akan kebanyakan “diam” dibanding dengan mahasiswa yang tahu hak dan kewajiban”.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun