Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sesudah Ahok Kalah Makin Suburkah Demokrasi Primordial?

28 April 2017   07:26 Diperbarui: 28 April 2017   17:00 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


Jakarta adalah Ibu Kota Republik Indonesia.Jakarta adalah barometer politik Indonesia.Jakarta adalah etalase Indonesia.Di Jakarta lah para orang orang terkaya Indonesia bertempat tinggal.Di Jakarta lah para petinggi parpol Indonesia bermukim.Di Jakarta lah kantor pimpinan pusat seluruh parpol Indonesia.Jakarta lah pusat pers Indonesia .
Lalu kata Jakarta......dan di Jakarta... masih bisa ditambah dengan ratusan kata lagi yang kesemuanya melukiskan betapa supernya Jakarta di Republik ini.Tetapi jangan lupa ,kata Jakarta....juga bisa diisi dengan kata yang berkonotasi negatip dengan kota ini sebutlah misalnya Jakarta adalah tempat para koruptor bersenang senang,Jakarta adalah tempat menikmati kehidupan malam yang seronok.
Terlepas dari positip atau negatip tetapi satu hal yang pasti ,Jakarta selalu menarik untuk dibicarakan dan yang paling anyar ialah tentang pilgub yang baru selesai dilaksanakan minggu lalu.
Karena hebatnya Jakarta maka pada awalnya kita berpikir demokrasi di kota yang sangat super ini akan berbeda dengan kota kota atau daerah lain di negeri ini.Pikiran ini muncul karena selama ini dikatakan Jakarta punya penduduk yang rasional sehingga muncul anggapan peristiwa demokrasi yang berlangsung juga akan ditandai dengan suguhan demokrasi yang menawan yang akan menjadi contoh bagi daerah serta mengajarkan bagaimana seharusnya demokrasi yang sehat dan berkualitas diperagakan.
Sesuai dengan asal katanya ,demos yang berarti penduduk atau rakyat dan kratos yang bermakna kekuasaan maka demokrasi dengan cepat difahami sebagai  kekuasaan rakyat.Rakyat berkuasa,rakyat yang menentukan karena rakyat punya suara.Suara yang keluar dari hati nurani rakyat adalah sesuatu yang suci yang luhur yang bening sehingga muncul ungkapan Vox Populi Vox Dei,suara rakyat adalah suara Tuhan.Dalam konteks pemahaman yang demikian maka suara rakyat adalah suara kebenaran ,suara yang tidak pernah berbohong.Suara rakyat yang demikian itulah yang menjadi unsur utama dalam demokrasi.
Abraham Lincoln salah seorang presiden besar Amerika  Serikat memberi definisi " Democracy is the government from the people,by the people and for the people" .Lincoln dengan jelas menautkan antara kekuasaan rakyat dengan pemerintahan sehingga terlihat semua sumber kekuasaan berasal dari rakyat dilaksanakan oleh rakyat yang tujuannya juga untuk rakyat.
Sesudah reformasi 1998 maka kata " demokrasi" semakin lantang dikumandangkan di negeri ini.Berbagai peraturan termasuk undang undang yang mengacu kepada demokrasi juga dihasilkan dan lebih dari itu UUD 1945 juga diamandemen empat kali yang kesemuanya bertujuan agar kehidupan berbangsa dan bernegara lebih maju dan lebih baik melalui jalan yang kita pilih yaitu demokrasi.
Kalau pada masa orde baru yang dipilih secara langsung hanyalah kepala desa tetapi sesudah reformasi semua jabatan pimpinan pemerintahan ,presiden-wakil presiden,gubernur beserta wakilnya,bupati- wakil bupati serta walikota dan wakilnya semuanya dipilih langsung oleh rakyat.Semua dipilih langsung oleh rakyat karena demokrasi punya dalil rakyatlah yang memilih dan menentukan siapa yang layak jadi pemimpinnya.
Pada tataran ideal dipercayai  rakyat memilih seorang tokoh sebagai pimpinan karena keyakinannya bahwa tokoh yang dipilih itu akan mampu memajukan daerah atau negaranya serta mampu juga menyejahterakan rakyatnya.Untuk itu ukuran utama yang digunakan adalah kemampuan seorang tokoh untuk memimpin serta mewujudkan gagasan maupun visi dan misinya.Pada poin ini tentu rakyat atau pemilih harus dapat menyingkirkan pandangan atau penilaian subjektifitasnya terutama karena sentimen primordial seperti suku,agama maupun golongan atau ras.
Merujuk pada pilgub dki 2017 tentu akan banyak orang menyebut berdasarkan ukuran objektifitas maka pilhan yang tepat adalah Ahok-Djarot karena pasangan ini terutama Ahok telah menunjukkan sejumlah prestasi sejak menduduki jabatan gubernur pada oktober 2014 meneruskan kepemimpinan Jokowi yang telah terpilih dan kemudian menjadi presiden negeri ini.Basuki Tjahaja Purnama telah menunjukkan kualitas kepemimpinan yang mumpuni seperti tegas,tidak kenal kompromi terhadap sesuatu yang dianggap tidak benar,tidak takut kepada mafia atau preman .Dengan kualitas yang demikian penduduk Jakarta telah menikmati berbagai capaian pembangunan yang antara lain ditunjukkan dengan Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap kinerja Ahok-Djarot pada angka  70 persen.
Tetapi kenapa indeks kepuasan tersebut tidak berbanding lurus dengan tingkat elektabilitasnya pada pilgub putaran pertama dan kedua yang hanya berkisar pada angka 42 persen?.
Majalah Tempo,Edisi ,24-30 April 2017 memberitakan berdasarkan wawancara yang mereka lakukan ternyata 60 persen pemilih menjatuhkan pilihannya kepada Anies karena kesamaan agama.Hal ini menunjukkan bahwa kemenangan paslon nomor 3 itu karena faktor primordial yaitu kesamaan agama,sama sama beragama Islam.Data ini menunjukkan tidak benar klaim yang mengatakan bahwa pemilih ibu kota republik ini sudah sangat rasional dan seolah olah faktor agama dan suku tidak punya pengaruh kepada pemilih.
Sepanjang yang dicermati tidak hanya di Jakarta tetapi juga di daerah daerah sentimen primordial juga selalu muncul.Apabila daerah tersebut penduduknya heterogen dari sisi agama maka yang muncul adalah issu pilihlah yang se agama sedangkan kalau pemilih di daerah tertentu homogen dari sisi agama tetapi heterogen dari sisi suku maka yang muncul adalah issu pilihlah putra daerah atau pilihlah yang satu marga.Dengan perkataan lain pada sebahagian besar daerah di negeri ini selalu dijumpai munculnya sentimen primordial pada setiap perhelatan demokrasi.
Tetapi yang membuat terlihat berbeda ,pilgub dki 2017 dengan sangat terbuka menggunakan dan mengeksploitasi sentimen agama sedangkan di daerah daerah hal tersebut digunakan tetapi tidak se terbuka Jakarta.
Mengingat Jakarta barometer politik di negara ini maka patut di duga sentimen agama ini akan semakin semarak digunakan karena ternyata sentimen dimaksud sangat berpengaruh untuk menentukan kandidat pemenang.
Dalam konteks yang demikianlah tidak salah juga muncul kehawatiran kalau sentimen primordial ini terus digaungkan bagaimana nanti kelanjutan kebersamaan kita sebagai satu bangsa dan bagaimana juga kebhinnekaan masyarakat yang selama ini kita banggakan.Pertanyaan ini tidak salah juga kalau diungkapkan kepada para elit politik negeri ini yang sering dijadikan rujukan masyarakat dalam menentukan pilihannya.
Salam Persatuan!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun