Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pastor Memeluk Habib dan Umpatan Bau Tanah

16 Agustus 2017   19:43 Diperbarui: 17 Agustus 2017   07:27 1548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Romo Budi dan Habib Lutfi pada acara tausyiah kebangsaan di Semarang.Sumber:Kompas.com (Arsip pribadi Romo Aloys Budi Purnomo)

Rasanya kita sependapat semenjak bergulirnya proses pilgub DKI tahun lalu dan hingga hari ini ada terasa kegerahan dalam hubungan antar pemeluk agama di negeri ini. Untuk sebahagian kita muncul perasaan keagamaan yang sangat kuat dan bahkan menggunakan issu keagamaan itu untuk membuat batas di antara sesama kita anak bangsa.

"Saya Islam" dan Anda "Bukan Islam" seolah olah dijadikan sebuah pembatas padahal kita hidup sebagai satu bangsa. Kecintaan setiap orang terhadap agamanya tentu sesuatu yang harus dipuji kan. Semakin tekun seseorang melaksanakan ibadah sesuai ajaran agamanya tentu sesuatu yang dianjurkan oleh agama yang dianutnya.

Indonesia, rumah bersama kita juga memberi keleluasaan kepada warganya untuk melaksanakan ibadah serta menjalankan keyakinannya sesuai peraturan yang berlaku, tetapi hidup satu atap dalam rumah Indonesia mengharuskan kita untuk saling menghargai satu dengan yang lainnya. Di sisi lain hidup sebagai satu bangsa juga membuat kita harus menumbuhkan rasa cinta, sebuah semangat Ukhuwah wathaniyah rasa menyayangi sesama warga.

Bahwa dalam rumah Indonesia kita hidup beda agama dan beda suku merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari. Tetapi bukanlah berarti karena beda agama dan beda suku membuat kita harus berpisah jalan. Kita tetap seiring dan sejalan membangun Indonesia yang kuat, sebuah negara kesatuan yang punya ideologi Pancasila.

Seharusnya semangat seperti inilah yang harus terus menyala di hati kita semua warga bangsa. Tetapi sangat disayangkan muncul kesan yang kuat untuk sebahagian orang, bergaul dengan sesama warga bangsa tapi beda agama menjadi sesuatu barang haram.

Menurut pandangan mereka tidak perlu bergaul dengan orang yang tidak seagama walaupun sama sama cinta merah putih. Kesan yang demikian di peroleh ketika penulis membuat artikel di Kompasiana yang bertajuk "Berbincang dengan Para Pendeta tentang Merawat Kemajemukan". Artikel tersebut memaparkan pertemuan penulis dengan Pendeta Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Distrik X. Banyak muncul komentar positif terhadap artikel dimaksud tetapi ada satu komen yang membuat saya miris.

Sesudah mengutip sebahagian artikel saya, maka Imam Prasetyo yang membuat komen itu menulis "apalagi opung ? Mengapa Tasamuh ente sejajarkan dengan Takfiri .Jika Takfiri ini ente tudingkan kepada Ikhwah ,.....bukankah malu sebenarnya jika ente lihat gambar di artikel yang memperlihatkan ente bermesra mesra dengan kafir?.udah bau tanah opung....bijaklah menulis".

Kata opung yang dimaksudkannya adalah bahasa Batak yang artinya kakek atau sapaan untuk yang lebih tua. Inti komentarnya adalah seharusnya saya harus malu karena sudah bermesraan dengan orang orang kafir. Orang orang kafir yang dimaksudkannya adalah para pendeta teman saya berdialog yang kemudian memberi ulos atau kain adat kepada saya.

Kemudian Imam Prasetyo mengatakan agar saya bijak menulis karena sudah bau tanah.Tentu kita tahu apa yang dimaksudkannya dengan istilah bau tanah. Dari komennya tersebut ia menyatakan tidak layak saya ketemu para pendeta.Saya bertanya dimana tidak layaknya. Apakah saya salah berdialog dengan para pendeta Protestan sedangkan yang kami dialogkan adalah hal hal yang berkaitan dengan merawat kebangsaan.

Dalam konteks kebangsaan saya sungguh tidak paham cara berpikirnya.Apakah memang sebagai Muslim tidak boleh lagi berbincang dengan saudara saya sebangsa yang non Muslim? .Apakah memang ada ajaran Islam yang menyatakan demikian.Sepanjang yang saya lihat banyak juga para ulama yang bertemu dengan para pendeta dan pastor serta terlihat mereka berbicara dengan intim tanpa diselimuti perasaan saling memusuhi.

Berkaitan dengan hal tersebut saya sangat senang ketika Kompas.com ,15/8/2017 memberitakan seorang pastor ,Aloys Budi Purnomo Pr pada acara tausyiah kebangsaan di Semarang memeluk Musytasar PB NU ,Habib Lutfi Bin Yahya dari Pekalongan .
Gambar diatas menunjukkan kehangatan hubungan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun