Mohon tunggu...
Mamaya
Mamaya Mohon Tunggu... Ibu Rumah Tangga -

Selalu memohon kebaikan dan yang terbaik, dunia dan akhirat,untuk semua ...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pergilah..

14 Juli 2017   11:38 Diperbarui: 14 Juli 2017   11:53 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku tersentak dari lamunku ketika terdengar gadis bungsuku mengetuk pintu agak keras. "Umi lama sekali termenungnya, ada apa bundaku sayang?" tegurnya lembut manja sembari mendekapku dari samping. Aku cepat-cepat tersenyum dan menggeleng "tidak lagi apa-apa say, hanya ingat kebesaran Allah saja". Yah, aku sudah terlalu takjub akan kebesaran-Nya. Terutama dalam menakdirkan aku dan mengatur jalan hidupku sampai aku menemukan tempat dimana aku semakin mengerti hidup itu sendiri.

Aku tak akan pernah lupa lika-liku pernikahanku dengan Adi, teman kuliah, yang melamarku setelah lima tahun kami jalin pertemanan dan dipertemukan Allah untuk menjadi ayah bagi empat Orang anak-anak kami. Seterusnya kami jalani rumah tangga yang terisi dengan segenap perjuangan untuk memenuhi kebutuhan dengan segala permasalahan yang ada. Kami berdua bekerja sekuat daya dengan keridhoan Yang Mahakuasa. Ada juga orangtua dan keluargaku turun tangan membantu kala kesempitan hidup datang menghadang.

Setelah lebih 20 tahun berumah tangga dengannya, aku baru menyadari dengan baik bahwa ia juga adalah seorang sosok yang hidup apa adanya, tidak terlalu ambisius terhadap materi. Ia benar-benar orang yang bisa menerima saja apa yang menjadi haknya, secukupnya yang diberikan Allah. Contohnya, rumah kontrakan dia jalani saja tanpa ada keinginan untuk membahas denganku istrinya bagaimana ke depan supaya bisa punya rumah sendiri. Padahal sebenarnya kita sudah bisa punya sendiri walapun dengan cara kredit paling tidak. Lama setelah itu Alhamdulillah aku punya dan tempati rumah sendiri saat usia kami sudah lebih 40 tahun.

Atau apapun kebutuhan peralatan rumah tangga yang rusak dan sebenarnya bisa diperbaiki sendiri akan dibiarkannya saja. Akhirnya aku gerak sendiri, perbaiki yang rusak sendiri semampuku atau beli apapun sendiri kalau butuh atau kalau ingin punya, cari rumah ganti kontrakan sendiri ketika kontrakan yang sedang jalan diminta empunya rumah. Tapi kalau dikasih tanpa perjuangan mau, sepeti rumah dinas, mobil dinas atau fasilitas/ sesuatu yang tidak butuh perjuangan. Lama baru kusadari ternyata itulah sifatnya, dan aku harus terima dengan lapang dada segala kelebihan dan kekurangannya. Memang perempuan diciptakan untuk melengkapi kekurangan laki-laki, begitu yang pernah aku dengar, dan aku ikhlas adanya dengan mewujudkan semaksimal dan semampuku.

Adi adalah sosok lelaki ramah, suka berteman, pandai bergaul dan pintar bekerja. Karirnya di kantor cepat naik dan sering pindah tugas karena dibutuhkan di berbagai instansi. Dan itu menjadi trade mark bagi Adi. Ia banyak teman, dan untuk banyak teman laki-laki atau perempuan Adi adalah tempat curhat-curahan hati atas apapun permasalahan yang mereka temui, baik persoalan kantor maupun masalah rumah tangga, Adi adalah penyejuk hati mereka, Adi adalah penasehat ulung untuk semua urusan termasuk juga dengan wanita-wanita yang memang suka saja atau damai saja bergaul dengan Adi. Dan tentu saja ia normal dan suka yang cantik-cantik juga. Tapi setahuku Adi tidak akan memulai hal-hal yang akan membuat ia bermasalah. Inilah kelemahannya karena orang seperti ini bila bertemu dengan wanita yang agresif baru akan ia sambut dengan baik asalkan ia tidak memulai.

Sepandai tupai melompat, menjaga agar ia tidak jatuh, sekali waktu Adi terperangkap juga oleh seorang perempuan yang curhat tentang masalahnya dengan suaminya. Adi memang seorang penolong yang baik, akhirnya Adi benar-benar membantu wanita itu seutuhnya secara total. Lahir batin, luar dalam dan moril materil. Perempuan jenis wanita penyengat itu akhirnya juga menjeratnya sampai ke pimpinan instansi tempat Adi bertugas. Celaka sudah kalau diri tidak waspada dari awal. Malang kalau menganggap semua wanita bisa berhenti sampai dengan nasehat saja. Karirpun jatuh terhempas. Batinku luluh lantak juga. Aku hancur, tapi anak-anakku? Kepada siapa akan bergantung? Aku harus bangkit, tegar berdiri walau dalam limbung.

Empat putra-putri yang sedang remaja dan balita harus kujaga rasa dan sekolah mereka agar tetap semangat tanpa harus tahu orangtuanya sedang dihantam badai durjana. Wanita kalap itu sampai meneror anak sulungku yang kala itu masih SMA, keluarga-besarku dan aku tentu saja. Wanita nekad yang telah menjerat suamiku rupanya. Gila memang dia. Sampai-sampai kuyakini hingga sekarang, dialah satu-satunya wanita di dunia yang sempat memaksa istri selingkuhannya untuk mengunjukkan KTP dan aku dipaksa wanita gila itu waktu itu. Hal itu karena ia tak percaya ketika aku katakan aku istri Adi saat ia datang meneror keluargaku yang baru saja dihadiahi musibah oleh Allah karena kepergian adikku tersayang. Mungkin fotoku di ponsel Adi yang tidak cocok dengan wujudku waktu di hadapannya.

Tidak lama-lama juga, demi anak-anak kuterima kondisi rusak moral Adi. Aku akhirnya memaafkan setelah ia bersujud-sujud di depanku. Itu bukan mauku, biasalah lelaki, berani sumpah, takut mati.

Aku tertatih mencoba lagi merangkai percaya padanya, lama dan hampir aku tak bisa. Setiap setelah selesai ia mendatangiku sebagai suami, aku hanya bisa menangis tersedu-sedu di kamar mandi melepas sesak dadaku. Aku jijik,  ragaku tersakiti  dan apalagi batinku karena tidak ikhlasku melayaninya. Aku benar-benar tidak bisa mengimbangi, membalas hasratnya sebagai layaknya kasih sayang suami istri. Apakah karena kasih sayang itu sudah terkikis kecurangan? Aku tak tahu. Jalan keluar bagiku adalah berpikir sebagai pelacur, pelayan nafsu yang pernah kutahu dari bacaan, yah, aku berbuat sebagai pelacur yang hanya pemuas nafsu tanpa boleh menuntut hak merasa puas juga. Tapi aku pelacur halal yang tersakiti, yang terzalimi karena prilaku kotor suami.

Waktu terus berjalan, aku bisa tersenyum lagi walaupun pahit amat. Pimpinan kantor Adi juga sudah berganti, memaafkan atau bisa menerima kealpaannya. Adi dipromosi jabatan lagi. Dapat jabatan lagi. Dan ternyata lupa diri lagi. Rupanya tanpa setahuku, di awal satu dekade pernikahan kami, diantara banyak teman wanitanya yang juga bermasalah dengan keluarganya, ada seorang wanita, yang membuatnya benar-benar kesengsem secara mendalam sampai ke ulu hati. Kukatakan begitu karena lama setelah itu kutahu juga (dari ponsel Adi yang kucuri lihat tentu) mereka masih berhubungan, saling perhatian satu sama lain, saling rindu, saling ingin ini itu. Yah, dijelang usianya 60 tahun, ternyata belum habis hati Adi padanya. Pastilah dia seorang yang banyak lebihnya dari aku, batinku memelas. Untungnya dan sekaligus malangnya teknologi ponsel bagi Adi, ia yang sedikit gaptek dan aku yang suka utak atik, menemukan bukti hubungan mereka.

Itu kejadian dua tahun yang lalu yang juga kumaafkan karena Adi begitu beringasnya seperti monster korslet ketika ia ketahuan olehku. Tapi rupanya ia tidak jera. Syetan pezina telah bersemayam di tubuhnya kukira. Adi benar-benar sudah kalap dengan wanita itu. Dan aku juga mulai kalap. Kali ini kontak mereka kudapatkan selesai Adi bertugas seminggu di Surabaya. Aku membayangkan apa yang telah mereka nikmati dan beristighfar atas dosa prasangkaku. Tapi memang ya, apa sulitnya bikin dosa zaman sekarang untuk siapa saja yang terlena dunia. Fasilitas begitu cukup bahkan lengkap. Mau apa dan dimana saja, syetan siap bertindak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun