Data yang tercatat pada Indeks Resiko Bencana Indonesia 2013 (IRBI 2013) yang dirilis BNPB, terdapat 80% wilayah Indonesia yang beresiko tinggi terhadap bencana alam. Resiko itu mencakup 205 juta jiwa terpapar pada resiko bencana dengan 107 juta diantaranya adalah anak usia sekolah.
Gempa mayor berkekuatan 9,1 skala richter yang mengguncang Aceh disertai tsunami pada Desember 2004 telah mengubah cara pandang dan pola pikir semua pihak terhadap bencana.Â
Perubahan signifikan terletak pada pola pendekatan responsif ke pendekatan mitigasi dan kesiapsiagaan bagi komunitas yang rentan pada bahaya bencana. Khusus di bidang pendidikan, gempa Aceh mengakibatkan setidaknya 24.885 peserta didik dari jenjang TK hingga SMA, 2.499 orang guru serta 232 pegawai dinas pendidikan dengan status hilang.Â
Dampak gempa pada fasilitas pembelajaran mencakup kerusakan pada 1.075 gedung sekolah, Â 24 pondok pesantren, 1 SKB dan 2 gedung PAUD. Gempa juga merubuhkan setidaknya 3.314 ruang belajar dan 652 unit rumah dinas guru.
Selain itu, gempa dan tsunami Palu Sulawesi Tengah pada 28 September 2018 juga berdampak buruk di bidang pendidikan. Data Kemendikbud sebagaimana dilansir voaindonesia.com pada 3/10/2018 tercatat 2.736 sekolah yang terdampak gempa dan tsunami. Ada lebih dari 100 ribu peserta didik dan 20 ribu guru yang berstatus hilang.
Baca juga:Â Urgensi Membangun Sistem Mitigasi Bencana di Sekolah (Bagian 1)
Salah satu faktor penyebab tingginya jumlah korban warga sekolah yang terpapar bencana adalah rendahnya tingkat kesiapsiagaan mereka. Faktor ini termasuk minimnya penggunaan sistem peringatan dini pada bencana.Â
Hal ini kemudian mendorong pemerintah dan para aktivis kebencanaan menggalang kampanye masif untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat pada peluang terjadinya bencana di sekitar lingkungan tempat tinggal.Â
Peningkatan kesadaran siswa, guru, pegawai dan warga sekolah pada resiko bencana di tingkat satuan pendidikan (sekolah) selain dilakukan otoritas eksternal terkait, manajemen di tingkat sekolah juga harus menginisiasi adanya upaya demikian baik secara sistem maupun kelembagaan di internal sekolah. Â