Mohon tunggu...
Nurfadhilah
Nurfadhilah Mohon Tunggu... Konsultan - Beramal demi ridha Allah
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang ibu rumah tangga dan pemerhati dunia Islam

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ramadan, Bulan Penerapan Al-Qur'an

2 Juni 2017   18:09 Diperbarui: 2 Juni 2017   18:14 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kewajiban shaum di bulan Ramadhan dibebankan kepada kita disertai dengan hikmah agar kita menjadi orang yang bertakwa. Sesuai firman Allah dalam QS. Al-Baqarah 183, yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana puasa itu telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa. 

Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi di dalam Aysar at-Tafâsîr menjelaskan makna firman Allah SWT dalam ayat tersebut yakni agar dengan puasa itu Allah SWT mempersiapkan kalian untuk bertakwa, yaitu melaksanakan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan Allah SWT.

Imam an-Nawawi di dalam Syarh Shahîh Muslim menjelaskan bahwa takwa adalah melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Perintah dan larangan Allah SWT itu secara sederhana identik dengan halal dan haram, yakni hukum-hukum syariah. Artinya, takwa itu bermakna kesadaran melaksanakan hukum-hukum syariah. Dengan kata lain, takwa adalah kesadaran akal dan jiwa serta pengetahuan syariah atas kewajiban mengambil halal dan haram sebagai standar bagi seluruh aktivitas yang harus diamalkan secara praktis dalam kehidupan.

Selain wujud ketakwaaan, berhukum dengan hukum-hukum syariah merupakan kewajiban dari Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam QS an-Nisa’ ayat 59. 

Imam Ibnu Katsir di dalam Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm menjelaskan bahwa segala perkara yang diperselisihkan oleh manusia, baik perkara pokok (ushûl) maupun cabang (furû), harus dikembalikan pada al-Quran dan as-Sunnah. Ketetapan ini juga sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. asy-Syura ayat 10.

Sangat jelas, ayat ini memerintahkan kita semua untuk berhukum pada al-Quran dan as-Sunnah dalam segala perkara. Itu artinya, kita semua diperintahkan untuk menerapkan syariah Islam secara totalitas dalam seluruh perkara kehidupan.

Penerapan syariah secara menyeluruh, selain menjadi kunci mewujudkan ketakwaan, juga merupakan konsekuensi keimanan kita. Allah SWT menyatakan dalam firman-Nya  bahwa tidak sempurna iman seseorang sampai dia menjadikan Nabi saw. sebagai hakim dalam segala perkara yang diperselisihkan. Itu artinya, keimanan seseorang akan dipertanyakan di hadapan Allah SWT sampai dia memberikan bukti, yaitu menjadikan Nabi saw. sebagai hakim. Maknanya, kita wajib menjadikan syariah yang beliau bawa sebagai hukum untuk memutuskan segala perkara. Dengan kata lain, kita wajib menerapkan syariah secara menyeluruh.

Menerapkan syariah secara menyeluruh juga bermakna menyelamatkan masyarakat dari keburukan dan kesempitan hidup di dunia. Sebaliknya, meninggalkan syariah adalah sikap mengambil sebagian isi al-Quran dan meninggalkan sebagian lainnya. Sikap demikian diancam oleh Allah SWT dan diperingatkan-Nya.

Penerapan syariah sekaligus akan menjadi solusi atas berbagai persoalan yang terjadi hampir di semua aspek kehidupan saat ini. Sebab, Allah SWT telah menyatakan kesempurnaan Islam, juga menerangkan bahwa al-Quran menjelaskan semua hal. Penerapan syariah secara menyeluruh juga merupakan wujud ketakwaan hakiki umat ini yang akan membuka pintu keberkahan dari langit dan bumi.

Kunci bagi penerapan syariah Islam yang saat ini belum bisa diterapkan adalah adanya institusi kekuasaan yang menjalankan dan menerapkan syariah secara kâffah (keseluruhan). Institusi kekuasaan inilah yang harus diupayakan agar seluruh syariah Islam bisa diterapkan. Dengan begitu ketakwaan sempurna bisa terwujud. Institusi kekuasaan seperti itu dalam syariah Islam dinamakan Khilafah sebagaimana yang dinyatakan di dalam banyak nas hadis. Khilafah telah menjadi ijmak sahabat dan dipraktekkan serta dilestarikan oleh kaum Muslim dari generasi ke generasi.
.
Sebagai kewajiban syariah serta bagian dari hukum dan ajaran Islam, tentu Khilafah dan seruan serta upaya untuk mewujudkan Khilafah tidak layak dan tidak boleh dianggap sebagai sesuatu yang buruk dan ancaman apalagi dikriminalisasi. Anggapan dan tindakan seperti itu tentu tidak lahir dari ketakwaan yang semestinya dipupuk dan dikokohkan melalui shaum Ramadhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun