Mohon tunggu...
Nurfadhilah
Nurfadhilah Mohon Tunggu... Konsultan - Beramal demi ridha Allah
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang ibu rumah tangga dan pemerhati dunia Islam

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Stop Bullying with Islam

23 Agustus 2017   07:46 Diperbarui: 23 Agustus 2017   07:55 862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.periodistadigital.com

Beberapa waktu belakangan ini, masyarakat Indonesia, khususnya para orang tua diresahkan dengan banyaknya kasus perundungan (bullying) yang terjadi. Meski kasus perundungan ini sudah terjadi sejak lama, namun kian hari, kasus yang terjadi kian meresahkan. Betapa tidak, perundungan yang terjadi sudah sampai ke arah fisik, bahkan sasaran perundungan ini pun terjadi hampir di semua usia, mulai dari SD hingga bangku perkuliahan. Kasus perundungan pun kini menjadi perhatian Kementerian Sosial. Menurut data survei, sebanyak 84 persen anak usia 12 hingga 17 tahun pernah menjadi korban bullying (Viva.co.id, 23/7/2017).

Menurut psikolog konseling, Muhammad Iqbal, kasus kekerasan terhadap anak pada 2014 cukup tinggi. Meski pada 2015 dan 2016 jumlahnya menurun, pada 2017 kasus serupa kembali mencuat. Setidaknya ada 5 kasus perundungan yang cukup menarik perhatian masyarakat luas. Pada Juli 2017, telah terjadi kasus perundungan di Thamrin City, Jakarta Pusat terhadap seorang siswi SMPN 273 Jakarta oleh siswa-siswi lainnya. Siswi tersebut dijambak hingga terjatuh, kepalanya dipukul, dan diperintahkan untuk mencium tangan serta kaki para pelaku perundungan tersebut.

Terjadi pula perundungan terhadap seorang siswa SDN 07 Pagi Kebayoran Lama Utara yang dilakukan oleh teman sekelasnya hingga menyebabkan korban tewas karena luka di bagian kepala dan dada. Hal ini dipicu oleh pertengkaran antara korban dan pelaku. Perundungan pun terjadi pada siswi SMAN 3 Setabudi Jakarta pada tahun 2016. Kepala korban dijadikan asbak rokok (Tribunstyle.com, 18/8/2017).

Yang lebih menyedihkan, perundungan memiliki banyak dampak pada korban. Sebagaimana yang disampaikan oleh Mensos, Khofifah Indar Parawansa, perundungan bisa menjadikan korban depresi sampai menutup diri, bahkan yang paling fatal adalah terjadinya tindakan bunuh diri. Bentuk dari perundungan pun ada beberapa macam, baik secara kontak fisik maupun media sosial.

Muhammad Iqbal, yang juga berprofesi sebagai dekan Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana mengungkapkan, bahwa perundungan dilakukan pelaku karena mereka sedang melakukan proses pencarian jati diri tanpa mampu mengontrol emosi dan pola pikir mereka. Sehingga perlu adanya langkah yang ditempuh negara untuk menuntaskan kasus kekerasan terhadap anak. Butuh adanya sinergi antara negara, anak, dan keluarga (Viva.co.id, 23/7/2017)

Ironisnya, saat ini telah marak paham sekulerisme di tengah-tengah masyarakat, membuat adanya pemisahan peran agama dalam kehidupan. Agama dicukupkan hanya sebatas ibadah ritual semata. Padahal Islam sebagai sebuah agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan, akan mampu memberi solusi atas permasalahan yang terjadi. Seperti hal nya kasus perundungan tersebut.

Islam memandang bahwa menjaga generasi bukan hanya tugas orang tua, namun juga perlu adanya peran dari negara dan juga masyarakat. Karena derasnya arus informasi yang sangat mudah diakses melalui media, membuat anak mudah mencontoh apa yang dilihatnya. Terutama pada masa-masa pencarian jati dirinya.

Semestinya. negara perlu mengambil peran dalam menyeleksi segala macam pengaruh media. Begitu pun dengan masyarakat, mereka juga memiliki tanggung jawab untuk saling menasihati, mengajak kepada kebaikan, dan mencegah tindakan yang buruk. Sebab, apabila hanya orang tua saja yang berusaha membentuk generasi muda, sedangkan kondisi lingkungan masyarakat dan negaranya tidak mendukung, maka tidak menutup kemungkinan, anak akan mudah terkontaminasi oleh pengaruh buruk dari lingkungan sekitar.

Peran orang tua pun sangat penting. Ketika anak mencari jati dirinya, maka orang tua selayaknya membantu anak dalam mencari jati dirinya. Jangan sampai, anak bingung dalam menentukan jati diri yang notabenenya mereka adalah seorang muslim, sehingga akhirnya melakukan tindakan yang tidak patut. Ibu, sebagai sekolah pertama bagi anak-anaknya harus mampu membentuk pondasi aqidah yang kuat dan pemahaman yang benar tentang jalan hidup mereka yang telah Allah tentukan. Begitu pun Ayah, semestinya dapat ikut serta dalam melakukan pengasuhan di dalam rumah.

Maka, dengan adanya kontrol dari negara, masyarakat, dan juga keluarga, maka akan tercipta kondisi lingkungan yang kondusif bagi anak dalam mencari jati dirinya. Mereka akan tumbuh menjadi generasi sholeh/sholehah yang gemilang.

Tentunya, kasus perundungan ini akan mampu dituntaskan ketika adanya pengaturan Islam secara sempurna di seluruh aspek kehidupan. Wallahu 'alam.

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun