Ormas yang menamakan kelompoknya sebagai pembela agama mayoritas di negara ini, tidak pernah sepi dari pemberitaan. FPI oleh sebagian orang masih dianggap mewakili keinginannya namun tidak sedikit pula yang sudah muak dengan berita negatif tentang ormas ini. Tindakan anarkis dalam demonstrasi atau sweeping bahkan pelanggaran konstitusi negara pun acap kali dilakukan oleh ormas ini. Berita terbaru soal penolakan pelantikan Ahok sebagai gubernur DKI. Tekad melengserkan Plt Gubernur itupun disuarakan hingga ingin melantik pejabat tandingan versi mereka. Organisa massa yang menamakan FPI ini sudah merambah hampir ke pelosok negeri, tidak terkecuali di DIY dan Jawa Tengah. Bambang Tedi adalah sosok yang menjadi pimpinan FPI di kedua propinsi pulau Jawa ini. Namun saat ini sang ketua tersebut sedang dilanda kasus kriminal dengan dakwaan penipuan dan penggelapan uang senilai 11,5 milyar. Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, sementara waktu dia sudah menjadi tahanan Polda DIY setelah dilakukan penjemputan paksa. Menurut berita media kasusnya sudah akan memasuki persidangan. Bambang Tedi juga telah menyiapkan 6 pengacara termasuk yang didatangkan dari Jakarta dan ditunjuk oleh DPP FPI untuk melakukan pembelaan. Tuduhan yang ditimpakan adalah menjual aset tanah bukan milik sendiri kepada pihak lain yang juga melibatkan istrinya sebagai pejabat Kepala Desa Balecatur, Gamping, Sleman. [caption id="" align="alignnone" width="624" caption="http://files.buktidansaksi.com/bambang.tedy2.png"][/caption] Kronologi kasus tersebut, menurut Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda DIY Kokot Indarto dalam jumpa persnya, pada April 2012 tersangka melalui perantara menawarkan tanah seluas 1 hektare kepada korban terdiri atas 11 bidang tanah sawah yang diakui miliknya. Pada 3 Juli 2012, sebagai tanda jadi tersangka meminta uang muka senilai Rp 50 juta. Selanjutnya, pada 25 Juli 2012, pihak korban dan Bambang Tedi datang ke notaris melanjutkan proses jual beli tanah. Namun, karena tanah yang akan dijualbelikan belum atas nama Bambang Tedi, notaris membuatkan surat proses jual beli dengan pembayaran dibayarkan di depan notaris. Dalam kesempatan itu Bambang meminta kembali Rp250 juta sebagai uang muka tambahan. Pada 25 Juli 2013 korban RJ melunasi seluruh uang pembayaran tanah senilai Rp11,5 miliar. Namun pada 21 April 2014 korban mendapat informasi dari rekannya yang tinggal di sekitar lokasi tanah, bahwa tanah yang dibeli tersebut bukan milik Bambang Tedi. Menurut Kokot, berdasarkan kronologi tersebut tersangka diduga telah melakukan tindak pidana penipuan subsider penggelapan, dan atau pemalsuan, dan atau tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHAP, 372 KUHP, 263 KUHP, dan atau pasal 3,4,5 UU Nomor 8 Tahun 2010. [caption id="" align="alignnone" width="500" caption="http://images.harianjogja.com/2014/10/141029-bambang-tedy.jpg"]