Mohon tunggu...
Linggar Kharisma
Linggar Kharisma Mohon Tunggu... Politisi - Political Scientist In Digital Creative Industry

Political Scientist

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Meninjau Fenomena Pengalihan Dukungan di DKI Jakarta

11 Februari 2017   17:49 Diperbarui: 12 Februari 2017   18:30 1556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasangan Calon Pilkada DKI 2017 / (foto: www.kompas.com)

Dalam acara rilis survei kedua kami, Grup Riset Potensial (GRP), dua hari lalu, ada satu fakta menarik yang menurut saya jarang diungkapkan lembaga-lembaga survei lain dalam menelaah perolehan elektabilitas para pasangan calon Pilkada DKI 2017.

Fakta bahwa para pasangan calon yang berkontestasi, masing-masing kehilangan dukungan dari para pemilih partai pengusung mereka pada Pileg 2014, merupakan sebuah hal yang tentunya perlu dielaborasi lebih lanjut.

Terjadi beberapa 'pembelotan' pilihan partai politik dari pemilih Jakarta semasa Pileg 2014 lalu, yang pada akhirnya berpengaruh pada tingkat elektabilitas masing-masing pasangan calon Pilkada DKI 2017.

Pasangan petahana Basuki-Djarot, yang diusung PDI-P, Golkar, Nasdem, dan Hanura, menjadi salah satu dari ketiga kandidat yang kehilangan dukungan dari pemilih partai pengusung mereka di Pileg 2014 paling signifikan.

Survei menunjukkan bahwa perolehan angka total elektabilitas 23% pasangan petahana ini, hanya disuplai oleh 61% dukungan pemilih PDI-P, 51% pemilih Golkar, 27% pemilih Nasdem, dan 42% pemilih Hanura. Sisanya, masing-masing pemilih partai pengusung itu mengalihkan presentase dukungannya kepada kedua pasangan lain.

Sementara itu, dukungan pemilih partai pendukung pasangan Anies-Sandi di Pileg 2014, masih terlihat cukup signifikan untuk menopang elektabilitas pasangan ini di Pilkada 2017. Dari hasil perolehan elektabiltas sebesar 25% bagi pasangan ini, 65% disumbang oleh pemilih Gerindra, dan 78% pemilih PKS.

Di saat kedua pasangan lain mengalami penyusutan dukungan dari masing-masing pemilih partai pengusung, dukungan pemilih pasangan AHY-Sylvi justru tak banyak terpengaruh. Pasangan yang dipinang oleh partai Demokrat, PAN, PKB, dan PPP ini berhasil meraih 47% perolehan elektabilitas. Angka itu disumbang oleh 96% dukungan pemilih partai Demokrat, 79% pemilih PAN, 59% para pendukung PKB, dan 56% dari pemilih PPP.

Data di atas menjadi menarik untuk ditelaah, jika ditinjau dari aspek dukungan terhadap partai pengusung, yang nyatanya tak berjalan inheren dengan pilihan politik para pemilih di Pilkada hari ini. Maka, untuk menjelaskan fenomena 'pembelotan' dukungan ini, kita harus terlebih dahulu memahami studi volatilitas dalam terapan ilmu politik.

Sebelumnya, istilah volatilitas ini memang cenderung identik dengan dunia ekonomi, utamanya untuk mengukur besaran mood pasar dalam jangka waktu tertentu. Namun berbeda dengan itu, dalam disiplin ilmu politik, kajian volatilitas ini lebih dipakai untuk melihat pola perpindahan selera masyarakat dalam menjatuhkan pilihannya pada opsi-opsi politik tertentu.

Menurut teori volatilitas, ada tiga jenis pemilih yang memiliki karakteristik berbeda.

  1. Pertama, pemilih rasional. Pemilih tipe ini memiliki sentimen terhadap satu partai politik tertentu yang cukup kuat, namun sifatnya longgar.

    Artinya, apabila kebijakan partai politik yang dipilih, ataupun kepemimpinan dalam partai politik tersebut tidak berjalan inheren dengan ekspektasinya, maka bisa saja dengan mudah mereka memindahkan pilihan politiknya kepada partai lain yang dianggap merepresentasikan kehendaknya.

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
    Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun