Mohon tunggu...
Lily Elbe
Lily Elbe Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Ahok-Djarot Tidak Pernah Peduli Rakyat Kecil Sebelum Masa Kampanye!

30 Maret 2017   10:58 Diperbarui: 30 Maret 2017   20:00 1076
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Politik dan masa kampanye memang seringkali membuat orang berubah seketika. Beragam janji ditebar, citra dipoles, bahkan rasa kepedulian seketika menguat. Gambaran seperti inilah yang terlihat jelas dari pasangan calon selama kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017 ini. Apakah ini lumrah? Jawabannya tentu saja lumrah dalam bagi orang yang hanya haus kekuasaan.

Ahok-Djarot seketika mulai menunjukkan rasa simpati dan empati terhadai rakyat kecil dan kaum lemah. Ahok tiba-tiba rajin menjenguk orang sakit, sementara Djarot mengumbar janji akan merenovasi rumah warga yang kurang layak huni. Bahkan, persoalan agama juga menjadi bahan kampanye yang paling mereka umbar. Misalnya, mereka berjanji akan membangun masjid besar di beberapa kawasan di Jakarta, akan memberangkatkan orang haji dan umrah, silaturrahim ke para ulama, bahkan citra mereka juga diatur sedemikian rupa sehingga terlihat lebih religious.

Apa artinya semua ini? Tentu saja jawabannya tidak lain adalah pencitraan semata. Jika mereka memang peduli dengan rakyat kecil, perihatin dengan warga yang sakit dan tak mampu berobat, atau peduli dengan aspek-aspek agama, maka upaya-upaya seperti itu tidak hanya diperlihatkan hari ini di masa-masa kampanye. Seharunya mereka lakukan ketika tengah memiliki kekuasaan dan kewenangan penuh untuk mewujudkan kesejahtraan kepada publik atau ketika kepedulian mereka dapat berarti lebih karena mereka yang membuat kebijakan.

Sikap baik selama masa kampanye tibak bisa diukur sebagai kebaikan, sebab tujuannya terlalu pamrih, yakni mendapat simpati rakyat sehingga dipilih kembali di bilik suara. Mungkin, perubahan citra para pemimpin Jakarta tersebut berguna bagi tujuan-tujuan politik sementara, tapi bagi warga Jakarta dampaknya tidak akan banyak memabantu.

Perubahan sikap dan citra yang drastis selama hajatan demokrasi seperti Pilkada sebenarnya berdampak negatif bagi persepsi publik tentang politik. Masyarakat kemudian menilai politik hanya sebagai ajang kebohongan, pencitraan, dan akal bulus. Akibatnya tentu saja sangat buruk bagi sistem demokrasi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun