Upacara adalah hal yang tidak asing bagi mereka yang masih bersekolah baik dari tingkat SD sampai SLTA bahkan TK sekalipun. Upacara disekolah dilakukan setiap hari Senin pagi bagi siswa yang bersekolah pagi atau Sabtu sore bagi mereka yang bersekolah disiang hari. Selain upacara rutin dihari Senin dan Sabtu, upacara juga selalu dilakukan pada hari - hari besar nasional seperti hari kemerdekaan, hari Pahlawan, hari Sumpah Pemuda dan hari - hari besar nasional lainnya. Umumnya upacara itu diwajibkan oleh sekolah untuk diikuti oleh seluruh siswa, baik yang sudah makan pagi ataupun yang belum.Â
Kegiatan upacara disekolah sebenarnya dari waktu ke waktu tidak pernah berubah. Disana selalu ada inspektur upacara yang biasanya pos itu ditempati oleh kepala sekolah lalu ada komandan upacara, petugas pengibar atau penurun bendera yang jumlahnya tiga siswa, ada yang membacakan naskah Pancasila, ada yang membacakan naskah pembukaan UUD 45, ada yang membacakan janji siswa dan ada yang membacakan do'a. Pembacaan do'a didalam upacara berbeda dengan mengheningkan cipta, pembacaan do'a dilakukan oleh siswa sementara mengheningkan cipta selalu dipimpin oleh inspektur upacara. Sementara tugas Komandan upacara hanya memberikan aba - aba sikap sempurna, istrirahat ditempat dan penghormatan kepada inspektur upacara serta menerima laporan dari komandan- komandan kelas atau jurusan.
Kegiatan upacara yang rutin disekolah itu selalu menggunakan perangkat upacara secara bergilir, semisal untuk hari Senin ini perangkat atau petugas upacaranya adalah siswa kelas dua maka untuk hari Senin berikutnya yang menjadi petugas upacara adalah kelas yang lain dari petugas upacara hari Senin ini, begitu seterusnya bergiliran setiap hari Senin.Â
Adalah wali kelas yang biasanya berperan untuk menentukan siapa yang menjadi apa di lapangan upacara nantinya, nah saat itulah biasanya terjadi penolakan yang masif yang dilakukan para siswa apabila namanya disebut oleh wali kelas sebagai petugas upacara. Umumnya siswa menolak dengan memberikan beragam alasan, bisa tidak siaplah sampai mengatakan tidak bisa atau tidak pernah menjadi petugas upacara sebelumnya bahkan ada juga siswa yang extrem dengan mengatakan pada tanggal segitu tidak bisa masuk karena ada hajatan atau acara keluarga.
Daya tahan anak - anak Pramuka dan Paskibra dalam berdiri diam pun pastinya lebih mumpuni bila dibandingkan dengan siswa yang tidak memilih Pramuka dan Paskibra sebagai pilihan extrakurikulernya. Inilah juga tentunya alasan bagi siswa non Pramuka atau Paskibra menjadi ketakutan saat ditunjuk menjadi petugas upacara. Selain faktor fisik, faktor psikologi juga berperan dalam ketakutan siswa saat ditunjuk menjadi petugas upacara. Rasa malu saat berjalan ditatap ratusan pasang mata menjadi hal yang dominan bagi ketakutan siswa menjadi petugas upacara.Â
Akhirnya upacara yang hanya perlu waktu paling lama satu jam itu serasa sangat panjang bagi siswa yang tidak pernah dan tidak terbiasa menjadi petugas upacara disekolahnya. Itulah mengapa sampai hari ini menjadi petugas upacara masih menjadi momok bagi siswa di sekolah - sekolah.