Mohon tunggu...
Politik

Manuver Demokrat dalam Isu Senjata Ilegal Panglima TNI vs Kepala BIN

25 September 2017   20:41 Diperbarui: 25 September 2017   20:46 1798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belakangan ada informasi dari Panglima TNI terkait isu pembelian senjata sejumlah 5.000 pucuk yang mencatut nama Presiden Jokowi. Informasi tersebut diberikan oleh Panglima TNI dalam silaturahmi dengan para purnawirawan jenderal TNI di Mabes TNI, Cilangkap Jakarta Timur pada Jumat (22/09).

Praktis hal itu membuat hubungan antar institusi aparat keamanan negara menjadi tegang. Menurut Panglima TNI saat ini ada pembelian 5.000 senjata jenis pistol di luar institusi TNI dan Polri. Senjata itu didatangkan dari pihak swasta atau internasional. Dan itu telah diketahui oleh Kepala BIN. Dalam kesempatan itu, Panglima TNI menegaskan akan menyerbu institusi tersebut bila berpotensi mengancam kedaulatan negara.

Informasi dari Panglima TNI tersebut menggegerkan pemberitaan publik. Respon dari Pemerintah sendiri disampaikan oleh Menkopolhukam, Wiranto. Menurutnya, informasi seperti itu tidak pada tempatnya dikaitkan dengan eskalasi kondisi keamanan. Terdapat komunikasi yang belum tuntas diantara instansi terkait.

Setelah dikonfirmasi ke Panglima TNI, Kapolri, Kepala BIN dan instansi terkait ternyata terdapat pengadaan 500 senjata jenis pistol buatan PT. Pindad (bukan 5000 pucuk dan bukan standart TNI) oleh BIN untuk keperluan pendidikan intelijen. Pengadaan itu ijinnya tidak melalui Mabes TNI, tetapi dari Mabes Polri. Dan secara prosedur tidak memerlukan persetujuan Presiden.  

Namun, informasi itu mengundang beberapa tokoh politik untuk berkomentar. Terakhir adalah pernyataan dari Partai Demokrat yang disampaikan oleh Wakil Sekjennya, Rachland Nashidik. Komentarnya cukup keras bahwa menurutnya Panglima TNI dinilai sedang berpolitik dengan komentar tersebut.

Menurut Rachland, Panglima TNI tidak dibenarkan untuk berpolitik. Politiknya TNI haruslah politik negara, bukan politik panglimanya. Partai Demokrat juga mengecam tindakan Panglima yang akan menyerbu institusi yang membeli senjata tersebut.

Bila kita cermati, posisi Partai Demokrat tersebut dapat dibenarkan bahwa Panglima TNI tidak boleh berpolitik. TNI harus loyal mengikuti politik negara. Tetapi terdapat hal yang ambigu dalam pernyataan Rachland Nashidik sebagai juru bicara Partai Demokrat. Di akhir pernyataannya, Rachland juga menyindir bila BIN benar membeli senjata maka itu sama berbahayanya dengan panglima TNI yang berpolitik.

Pernyataan Partai Demokrat itu seperti meletakan dua kaki dalam dua keranjang. Kita tak perlu kaget dengan sikap PD tersebut. Dari dulu, PD memang sering berposisi abu-abu dalam politik. Tindakan mereka menyerang Panglima TNI dan pemerintah Indonesia sekaligus.

Apa yang dilakukan PD berupaya untuk mendulang peluang diantara kekisruhan antara Panglima TNI dan pemerintah. Dengan itu maka mereka bisa mengambil kesempatan politik. Itulah kelicikan PD. Mereka hanya memainkan momentum dan isu saja. Tapi tujuannya tetap sama, yaitu menunggang kesempatan politik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun